NILAI FILOSOFIS PERAYAAN MITONI DI DESA PRAWOTO KECAMATAN SUKOLILO
KABUPATEN PATI JAWA TENGAH
Ainul Abdul Na’im (1530110007)
STAIN KUDUS Jawa Tengah Indonesia
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan rangkaian pelaksanaan upacara mitoni, mendeskripsikan makna
simbolik berkat atau
uba rampe
upacara mitoni, nilai filosofi yang terkandung dalam upacara mitoni, dan fungsi
upacara mitoni di Desa Prawoto, Kecamatan
Sulolilo, Kabupaten Pati. Tradisi upacara mitoni merupakan salah
satu bentuk peninggalan kebudayaan nenek moyang dalam rangka untuk
memberikan selamatan saat kandungan seorang calon ibu berusia tujuh
bulan. Tradisi ini diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya yang sampai
saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya. Penelitian yang di
lakukan di Desa Prawoto, Kecamatan
Sulolilo, Kabupaten Pati ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan emik (berusaha
memahami perilaku individu atau masyarakat dari sudut pandang si perilaku
sendiri atau anggota masyarakat yang bersangkutan). Sumber
data utama dalam penelitian ini berasal dari human sources dan
non human sources, yaitu Pak Anshor (guru SKI MTS. Sunan Prawoto),
Pak Irsyad (moden
Desa Prawoto), Pak Zaroni (warga Desa Prawoto), Pak Aris Triyanto (guru Bahasa Jawa MTS. Sunan Prawoto). Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah pengamatan berperan serta dan wawancara mendalam. Analisis data
dilakukan sejak pengumpulan data dimulai sampai pengumpulan data selesai
dengan cara analisis induktif. Hasil penelitian ini menjelaskan berbagai aspek
kajian. Pertama,
sekilas tentang upacara mitoni yaitu suatu
adat kebiasaan atau suatu upacara tradisional yang dilakukan pada bulan ke
tujuh masa kehamilan seorang perempuan. Upacara ini diselenggarakan untuk
memohon keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan
dilahirkan. Kedua, rangkaian prosesi upacara mitoni yang terdiri dari pembacaan
surat al-Qodr, surat al-Insyiroh, sholawat Maulayasholli, Do’a, pembagian
berkat berupa Kupat yang sudah dibelah,
Lepet, Alu-alu, Pasung, Janur, Bedak, daun pandan, jarum, Nasi kuning, dan pisang, dan jagong bareng. Ketiga, nilai
filosofis upacara mitoni yang pada intinya sebagai tanda pengingat/syukur
kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan, bershodaqoh dan meminta
keselamatan untuk calon bayi yang akan lahir beserta keluarga dari berbagai
macam bahaya. Keempat, Fungsi upacara mitoni yang terbagi menjadi tiga
yaitu, fungsi ritual, fungsi sosial, fungsi pelestarian tradisi. Fungsi
ritual bertujuan untuk memohon keselamatan untuk
jabang bayi dan keluarganya, memohon supaya kelak anak yang lahir dapat
berguna bagi nusa, bangsa, dan agama,
sebagai pengingat untuk selalu bersyukur kepada Allah
atas curahan nikmat yang telah dilimpahkan kepada keluarga yang mepunyai hajat dan sebagai sarana menambah
keimanan kepada Allah. Fungsi
sosial merupakan fungsi yang berkaitan dengan sarana untuk melakukan interaksi
dan komunikasi antar warga masyarakat tersebut, yang mana fungsi ini dapat menjadi sarana silaturahmidan sarana untuk
bergotong royong. Fungsi pelestarian tradisi Merupakan fungsi yang berkaitan
dengan perlindungan terhadap adat kebiasaan turun-temurun yang masih
dilaksanakan oleh masyarakat.
Kata Kunci: Mitoni, Nilai Filosofis, Fungsi
A. Pendahuluan
Masyarakat Jawa pada dasarnya adalah
masyarakat yang masih mempertahankan budaya dan upacara tradisional, serta
ritual apapun yang berhubungan dengan peristiwa alam atau bencana, yang masih
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam upacara masa kehamilan,
kelahiran, masa anak-anak, masa remaja, masa perkawinan, dan masa kematian.
Upacara tradisional yang dimaksud disini adalah upacara mitoni atau tingkeban[1].
Mitoni umumnya adalah upacara yang diselenggarakan ketika kandungan seorang
calon ibu memasuki usia tujuh bulan dan merupakan anak pertama. Mitoni ini merupakan suatu adat
kebiasaan atau suatu upacara tradisional yang dilakukan pada bulan ke tujuh
masa kehamilan seorang perempuan. Upacara ini diselenggarakan untuk memohon
keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan
dilahirkan. Umumnya masyarakat Jawa
dalam menyelenggarakan mitoni dilakukan serangkaian upacara diantaranya bancaan
dan doa besama.
Penyelenggaraan upacara masa
kehamilan secara teknis, dilaksanakan oleh anggota keluarga yang dipimpin oleh mbah
modin. Modin secara tradisional adalah seorang laki-laki sesepuh desa yang mengurusi,
menyiapkan, dan membinan kegiatan dibidang agama, atau secara simpel bisa
dikatakan sebagai orang yang sering memimpin doa suatu
acara desa.
Begitu juga dengan masyarakat di Desa
Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati. Keadaan Desa Prawoto yang sudah
bisa dibilang maju dalam keadaan perekonomian masyarakatnya, tetapi masyarakat
setempat masih melestarikan upacara mitoni. Masyarakat masih percaya bahwa
kandungan yang telah berusia tujuh bulan atau dalam bahasa Jawa disebut pitu
harus mengadakan selamatan. Walaupun
upacara tradisional mitoni sudah dianggap tidak lazim apabila dikaitkan dengan
perkembangan zaman, masyarakat setempat percaya bahwa upacara mitoni perlu
dilaksanakan.
Hal yang penting untuk mempersiapkan
upacara mitoni adalah aneka macam berkat/jajanan dan doa bersama. Semuanya itu memerlukan biaya yang
tidak sedikit. Berkat/jajanan merupakan suatu perlengkapan yang digunakan sebagai
sarana bersyukur atas nikamat yang telah diberikan oleh Allah. Setiap kegiatan
upacara tradisional dan selamatan biasanya melibatkan simbol-simbol atau
lambang yang merupakan satu kesatuan. Pada umumnya Berkat/jajanan tersebut
merupakan satu rangkaian perangkat lambang-lambang yang bisa berupa benda-benda
atau materi, kejadian fisik, dan bagian-bagian atau situasi tertentu dalam
keseluruhan upacara. Simbol-simbol dalam upacara yang diselenggarakan berperan
sebagai media untuk menunjukkan secara tidak langsung maksud dan tujuan upacara
oleh masyarakat pendukungnya. Dalam simbol-simbol tersebut terdapat petunjuk
pesan dari leluhur bagi generasi berikutnya. Pesan dari makna simbol tersebut
dapat dilihat dari rangkaian acara dan berkat/jajanan yang digunakan. Setiap
rangkaian acara dan berkat/jajanan yang digunakan memiliki nilai filosofi
sendiri-sendiri[2].
Hal inilah yang menjadikan peneliti memiliki keinginan untuk meneliti
tentang nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam upacara daur hidup
mitoni.
B.
Sekilas
Tentang Mitoni
Upacara mitoni
merupakan salah satu bentuk upacra adat jawa yang artinya tujuh bulan dari
kehamilan istri. Arti dari mitoni itu sendiri berasal dari pitu yang artinya tutup. Maksut dari tutup itu adalah kebiasaan suami
mengumpuli sang istri, ketika kehamilan berumur tujuh bulan maka sang suami
libur/tutup dalam mengumpuli sang istri. Upacara mitoni
pada umumnya terdiri atas serangkaian kegiatan inti meliputi:
Selamatan upacara mandi (siraman) dan upacara berganti pakaian tujuh kali.
Berbeda dengan pelaksanaan yang ada di Desa Prawoto Kecamatan Sukolilo
Kabupaten Pati, ada keunikan/ciri khas tersendiri dari rangkaian kegiatannya
juga makanan (berkat) yang di sajikan. Rangkaian kegiatan tradisi
tersebut sebenarnya merupakan serangkaian simbol yang mengandung nilai-nilai
etik yaitu: kesederhanaan, kebahagiaan lahir batin, kesempuranaan hidup,
kesucian batin, pengakuan adanya kekuatan yang lebih tinggi, kerendahan hati
dan kebijaksanaan
Tradisi seperti ini merupakan tradisi warisan
dari Wali Songo yang dikemas dengan apik dan berbeda dengan bancaan
lainyya seperti tujuh hari empat puluh hari dan bancaan lainya , baik itu
makanannya maupun acaranya. Upacara yang sudah ada dari dulu tersebut sampai
saat ini masih tetap dilaksanakan untuk ibu yang sedang mengandung anak
pertamanya pada bulan ketujuh kehamilan, yang dalam acara ini biasanya ada tradisi
bancaan (tasyakuran).
Bancaan
merupakan adat jawa yang masih kental dengan tradisi jawa, bancaan sendiri
diambil dari kata hurmatan artinya adalah mensyukuri atas ni’mat Allah yang
diberikan kepada hamba-Nya, sehingga hamba itu berkewajiban untuk mensyukurinya.
Makna bancaan mitoni adalah bancaan/syukuran atas kehamilan sang istri yang
berumur tujuh bulan, dikarenakan ketika kehamilan berumur tujuh bulan merupakan
sempurna-sempurnanya kehamilan, maka dari itu kebiasaan bancaan mitoni di Desa
Prawoto tetap dilestarikan sebagai perwujudan rasa syukur kepada Allah SWT atas
karunia dan keni’matan yang berupa kehamilan. Bancaan juga dimaksutkan semoga
ibu serta bayi yang lahir bisa selamat normal atas pertolongan Allah SWT.
C.
Rangkaian
Upacara Mitoni
Ritus-ritus
atau upacara yang dilakukan manusia itu pada umumnya untuk memuja, menghormati,
dan memohon keselamatan Allah yang merupakan kelakuan simbolis manusia untuk
berdo’a memohon keselamatan bagi si
jabang bayi semoga kelak dewasa menjadi manusia yang taat pada perintah Allah
dan patuh kepada kedua orang tua serta berguna bagi nusa dan bangsa.
Simbol-simbol ini kemudian diatur oleh adat yang
berlaku, yang mana dalam visualisasinya ritus-ritus itu selalu disertai dengan
doa pembagian berkat (bancaan).
Acara bancaan
mitoni di Desa Prawoto adatnya dilaksanakan pada dua tahapan yaitu, pertama,
acara mitoni yang dilaksanakan oleh keluarga pihak suami pada tanggal tujuh bulan ketujuh dari
kehamilan sang istri. Kedua, acara Toni yang dilaksanakan oleh keluarga pihak
istri pada tanggal dua puluh empat dari bulan ketujuh kehamilan.
Acara ini
biasanya dihadiri oleh tetangga dan keluarga terdekat yang mendapat undangan
dari seseorang yang mempunyai hajat. Acara bancaan mitoni di Desa Prawoto ini
sangat berbeda pada umumnya, baik dari
segi pelaksanaan maupun hidangannya atau bisa dikatakan mowo deso mowo coro (beda desa beda caranya) . Acara yang
di pakai dalam bancaan mitoni di Dasa Prawoto yaitu:
1.
Membaca surat al-Qodr 1 kali
2.
Membaca surat al-Insyiroh 1 kali
3.
Membaca Maulayasholli
1 kali
4.
Do’a
Filosofi dari
bacaan-bacaan tersebut adalah:
1.
Surat al-Qodr
maksutnya adalah dilihat dari segi isi surat Al-Qodr merupakan turunnya Lailatul
Qodar, yang mana Lailatul Qodar sendiri adalah keistimewaan/karunia
yang diberikan oleh Allah kepada hambanya yang bertaqwa. Ketika di hubungkan
dengan kehamilan, maka kehamilan itu tidak begitu mudah didapatkan oleh
pasangan suami istri, terkadang ada yang sampai berpuluh-puluh tahun tidak
punya anak. Maka dengan bacaan surat al-Qodr itu
merupakan rasa syukur pasangan suami istri karena telah diberikan titipan
berupa anak.
2.
Surat al-Insyiroh
maksutnya adalah semoga kedepannya diberikan kemudahan oleh Allah dalam
membimbing keluarga dan anak nya, dan dalam prosesi melahirkan di berikan
keselamatan dan kesehatan, serta dalam lidungan Allah SWT.
3.
Sholawat Maulayasholli
maksutnya adalah mengharap Syafa’at Rasulullah SAW, semoga keluarga dan anaknya
mendapatkan Syafaat-Nya di dunia dan di akhirat.
4.
Do’a merupakan
permintaan hamba kepada Allah semoga anak nya dan keluarganya diberikan
kemudahan, baik itu dalam keduniawian atau ukhrowi.
Ada sebuah
keunikan atau ciri khas tersendiri dari makanan (berkat) yang dihidangkan di
Desa Prawoto ini yang berbeda dengan daerah-daerah yang lain, adapun isi dari
makanan (berkat) itu ada sepuluh macam yaitu: Kupat yang sudah dibelah, Lepet, Alu-alu, Pasung, Janur, Bedak, daun
pandan, jarum, Nasi kuning, dan pisang.
Filosofi dari
makanan itu adalah:
1.
Kupat yang sudah dibelah artinya dalam bahasa jawa yaitu
disuruh ngaku lepat (menyadari semua kesalahan) kepada Allah dan
manusia, maksut dari kupat yang dibelah semoga dalam prosesi melahirkan
diberikan kemudahan dan suami dianjurkan untuk Riyadhoh/Riyalat seperti
puasa, memperbanyak dzikir kepada Allah dan hati-hati dalam segala tingkah
lakunya, Karena dalam prosesi melahirkan itu nyawa sudah diujung tanduk, kalau
tidak dibantu dengan do’a atau Riyadhoh dikhawatirkan nyawa dari istri
dan anak tidak terselamatkan.
2.
Lepet maksutnya adalah kabeh opo-opo kudu disilep kanti rapet artinya didalam rumah tangga
harus saling menutupi segala sesuatu yang menjadi rahasia keluarga (tidak
menceritakan kepada semua orang atas rahasia keluarga).
3.
Alu-alu merupakan firasat
jawa menunjukkan laki-laki.
4.
Pasung merupakan firasat
jawa menunjukkan perempuan.
5.
Janur berasal dari bahasa
Arab jaa nurun yang mempunyai arti cahaya yang datang. Dengan janur ini semoga kelak anak yang lahir hatinya selalu terang dengan
datangnya nur dari Allah SWT.
6.
Jarum mengandung makna semoga
kelak anak yang lahir mempunyai akal yang lancip maksutnya cerdas dan pintar
seperti halnya ujung jarum yang bentuknya lancip.
7.
Bedak artinya semoga
kelak anaknya yang lahir itu jika laki-laki semoga wajahnya ganteng kalau cewek
wajahnya cantik.
8.
Daun pandan maksutnya semoga kelak anak yang lahir itu
baunya wangi seperti daun pandan. Kenapa dengan daun pandan?
Karena daun pandan di masyarakat jawa merupakan daun yang wangi.
9.
Pisang dan nasi kuning sebagai
tambahan yang artinya semoga kelak anak yang lahir wajahnya bagus.
10. Nasi kuning memiliki makna kemakmuran, semoga si bayi kelak memiliki keberuntungan
berupa kehidupan yang makmur.
D.
Nilai Filosofis Upacara Mitoni
Upacara mitoni
ini merupakan suatu adat kebiasaan atau suatu upacara yang umumnya dilakukan
pada bulan ke tujuh masa kehamilan pertama seorang perempuan yang memiliki
makna sebagai pepenget (pengingat)
dan rasa syukur atas nikmat yang di berikan oleh Allah berupa bayi yang masih
diberikan kesehatan dan keselamatan sejak bula pertam kehamilan sampai pada bulan
ketujuh masa kehamilan. Pelaksanaan upacara
mitoni ini bertujuan agar embrio dalam kandungan dan ibu yang mengandung
senantiasa memperoleh keselamatan[3]. Pernyataan tersebut sesuai dengan informasi bapak
Ansor:
“Nggih acoro mitoni niku wau umumipun
dilaksanaaken wulan kehamilan kepitu
ingdalem mongso kehamilan pertama tiang estri, kagem sarono pepenget
soho raosan syukur, dhumateng nikmat engkang sampun diparengaken Allah kagem keluargo
arupi jabang bayi engkang tasih dipun paringi kesehatan soho keselamatan mboten
wonten alangan nopo nopo”
Ya, acara
mitoni umumnya dilaksanakan bulan ketujuh masa kehamilan pertama sang istri,
sebagai sarana syukur kepada nikmat Allah yang sudah diberikan untuk keluarga
berupa bayi yang masih diberi kesehatan dan keselamatan tidak ada halangan
apapun.
Orang Jawa
menamai usia kehamilan tujuh bulan dengan nama Sapta Kawasa Jati. Sapta berarti
tujuh, kawasa berarti kekuasaan, dan jati yang berarti nyata. Pengertiannya
adalah jika Yang Maha Kuasa menghendaki, bisa saja pada bulan ketujuh bayi
lahir sehat dan sempurna. Bayi yang lahir tujuh bulan sudah dianggap matang
alias bukan premature, hal ini sesuai pernyataan bapak Aris Triyanto:
“Sapta kuwi artine pitu,
kawasa kuwi kekuasaan, lan jati kuwi artine nyata. Menawa digabung artine yaiku
menawa ingkang Kuasa sampun ngersakake saget kemawon jabang bayi menika lair
kanthi waras slamet.”
“Sapta itu artinya tujuh, kawasa itu
kekuasaan, dan jati itu artinya nyata. Apabila digabung artinya yaitu
apabila yang Kuasa sudah menghendaki bisa saja bayi tersebut lahir dengan
selamat.”
Menurut Bapak
Zaroni (warga Desa Prawoto) salah satu inti dari upacara mitoni adalah shodaqoh
yang bertujuan untuk tolak balak supaya calon bayi diberikan keselamatan
mulai dari kandungan, kelahiran, sampai dengan kehidupan di dunia serta
dijauhkan dari mara bahaya yang menimpa si bayi.
E.
Fungsi
Upacara Mitoni
Warga masyarakat Desa Prawoto Kecamatan Sukolilo
Kabupaten Pati masih memegang teguh adat kebiasaaan, salah satunya yaitu
upacara mitoni. Mereka masih melestarikan tradisi yang telah diturunkan secara
turun-temurun. Setiap upacara adat pasti memiliki fungsi tertentu bagi
masyarakat pendukungnya[4]. Fungsi upacara
daur hidup mitoni adalah sebagai berikut, a) fungsi ritual, b) fungsi sosial,
dan c) fungsi pelestarian tradisi. Hal tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Fungsi
ritual
Fungsi ritual merupakan
fungsi yang berkaitan dengan ritus atau upacara keagamaan[5]. Upacara mitoni mempunyai
fungsi ritual karena upacara tersebut bersifat sakral. Kesakralan tersebut
terdapat pada saat pelaksanaan upacara mitoni, yaitu salah satunya pada saat mbah modin memimpin pembacaan ayat-ayat al-Qur’an,
sholawat, dan juga do’a yang bertujuan memohon atau meminta keselamatan, dan mendoakan arwah
leluhurnya dan jabang
bayi.
Upacara mitoni dipercaya
dapat memberikan keselamatan, kesehatan, dan kelancaran ketika akan melahirkan.
Fungsi utama masyarakat Desa
Prawoto dalam melaksanakan upacara
mitoni adalah memohon keselamatan kepada Allah
agar terhindar dari gangguan mara
bahaya. Keterangan Pak Asror
bahwa: “lha niku sampun dados adatipun teng mriki,
wontenipun upacara mitoni kolo wau kangge tondo pengemut nikmatipun Allah engkang sampun dipun anugrahake
dhumateng calon bayi soho
keluarganipun supados calon bayi engkang lahir benjang sanget dados lare
engkang sholih sholihah saget migunani nusa, bongso, lan agomo. Sak sanesipun
niku, upacoro mitoni kolo wau sanget nambah kemantepan keluargo engkang gadah
hajat kolo wau dhumateng waosan-waosan doa-doa engkang sampun dipun waosaken
tamu undangan sedoyo, amergi doa meniko kuncine ibadah. Ananipun bancakan utawi
tasyakuran soho waosan doa ingdalem rangkaian upacoro mitoni meniko ugi saget
dadosaken tambahe iman kitho dhumateng Allah Soho tabarukkan sangkeng
tasyakuran kolo wau.
“Upacara mitoni di Desa Prawoto sudah menjadi adat
yang sudah berkembang di sini, adanya upacara tersebut sebagai tanda pengingat
atas nikmat Allah yang telah dianugrahkan kepada bayi dan keluarganya agar
calon bayi natinya bisa menjadi anak yang sholih dan sholihah yang dapat berguna
bagi Nusa, Bangsa, dan Agama. Selain itu, upacara mitoni bisa menambah
kemntapan keluarga bayi yang mempunyai hajat atas doa-doa yang dibaca oleh
semua tamu undangan, karena doa adalah kunci ibadah. Adanya bancakan atau
tasyakuran juga Menjadi sarana tambahnya iman kita kepada Allah”.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat
diketahui bahwa fungsi ritual upacara mitoni pada dasarnya adalah:
1.
Memohon
keselamatan untuk jabang bayi dan
keluarganya.
2.
Memohon
supaya kalk anak yang lahir dapat berguna bagi Nusa, Bangsa, dan Agama.
3.
Sebagai
pengingat untuk selalu bersyukur kepada Allah atas curahan nikmat yang telah
dilimpahkan kepada keluarga yang mepunyai hajat.
4.
Sebagai
sarana menambah keimanan kepada Allah.
2.
Fungsi
sosial
Fungsi sosial merupakan fungsi yang
berkaitan dengan sarana untuk melakukan interaksi dan komunikasi antar warga
masyarakat tersebut. Komunikasi dalam penyelenggaraan upacara mitoni berfungsi
sebagai sarana untuk meningkatkan hubungan sosial di antara warga masyarakat[6]. Hubungan sosial terlihat pada saat acara bancaan mitoni.
Fungsi sosial acara bancaan mitoni ini
ada beberapa macam, antara lain:
a. Sarana silaturahmi
Acara bancaan mitoni ini sebagai sarana
silaturahmi antar warga masyarakat di sekitar rumah penyelenggara upacara
mitoni. Fungsi sebagai sarana silaturahmi, sebagaimana keterangan Bapak Irsyad:
“Nggih fungsinipun kagem silaturahmi kelehan tangga teparo mas. Engkang biasanipun sibuk keluh pekerjaanipin, banjur saget sami lengah bareng soho sami ngobrol-ngobrol.”
“Ya fungsinya untuk
silaturahmi dengan tetangga sekitar mas. biasanya pada sibuk bekerja, lalu bisa
duduk bersama dan saling ngobrol”.
Selain itu, acara bancaan mitoni ini sebagai suatu
bentuk penyampaian informasi yang berkenaan dengan segala permasalahan yang
sedang berkembang atau menjadi masalah publik di masyarakat. Apabila ada warga
masyarakat yang belum tahu dengan informasi tersebut, menjadi tahu dan bisa
bersama-sama bermusyawarah untuk mencari jalan keluarnya, sebagaimana
keterangan Bapak Anshor:
“Nggih menawi teng bancakan kolo wau, masyarakat sami kempal soho lengah
bareng, sanget ngobrol lan saget sami rambukan menopo engkang dados permasalahan wonten dhusun mriki.”
“Ya dalam acara bancan ini,
masyarakat dapat berkumpul, duduk bersama, saling berbincang-bincang dan bermusyawarah tentang masalah
yang ada di desa ini”. Keterangan Bapak
Anshor menjelaskan bahwa dengan adanya upacara mitoni dapat dijadikan sebagai sarana untuk mempersatukan rasa persaudaraan dan
keakraban di antara warga masyarakat.
b.
Sarana
gotong royong
Manusia sebagai makhluk
sosial tidak dapat hidup sendiri. Manusia dianjurkan untuk hidup saling tolong
menolong. Hal ini salah satunya dapat dilakukan dengan cara bergotong royong. upacara mitoni sebagai suatu sarana gotong-royong karena dalam
acara tersebut, sebagian tetangga sekitar rumah yang mempunyai hajat membersihkan rumah dan membeli perlengkapan untuk
acara tersebut.
Berdasarkan beberapa
pernyataan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa fungsi sosial upacara daur
hidup mitoni adalah sebagai sarana kontrol social (pengendalian sosial), kontak
sosial, dan interaksi antar warga masyarakatnya[7]. Hal ini bisa mewujudkan
rasa kebersamaan, persatuan, dan solidaritas antar warga masyarakat.
3.
Fungsi pelestarian tradisi
Merupakan fungsi yang
berkaitan dengan perlindungan terhadap adat kebiasaan turun-temurun yang masih
dilaksanakan oleh masyarakat. Menurut beberapa informan, upacara mitoni selalu
diadakan dan belum pernah ditinggalkan, sebagaimana keterangan Pak Irsyad:
“Upacara mitoni menika
sampun ket riyin mas. Pun kawit jamane simbah-simbahe kula sampun wonten upacara
mitoni ngantos sakmeniko taksih wonten upacara mitoni”.
“Upacara mitoni itu sudah
sejak dulu mas. Sudah sejak jamannya simbah-simbahsaya sudah ada upacara mitoni
sampai sekarang masih ada upacara mitoni.”
Pelaksanaan upacara mitoni
tersebut didalamnya terdapat pelestarian tradisi karena upacara tersebut pasti
dilaksanakan ketika ada calon ibu yang tengah hamil pada usia kandungan masuk tujuh
bulan. Berdasarkan simbol dan makna beberapa sajen upacara daur hidup mitoni,
maka tujuan utama upacara daur hidup mitoni adalah untuk memohon atau
mengharapkan keselamatan kepada wanita yang mengandung, dan calon bayi yang
dikandungnya akan lahir dengan selamat.
Begitu juga pada prosesi upacara mitoni.
Berdasarkan
pengintepretasian simbol-simbol itu, maka terlihat adanya dua arah hubungan
yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, yaitu hubungan hubungan manusia dengan
Tuhan di mana sebagai tempat untuk memohon keselamatan dan hubungan antara
manusia dengan sesama manusia di dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga
keharmonisan dan ketentraman.
DAFTAR PUSTAKA
Mardikaningtyas, Agustin Dwi, Prosesi Adat Mitoni, Surakarta,
2008.
Mu’amar, M. Arfan, Abdul Wahid Hasan, dkk, Studi Islam, Diva Press, Jakarta, 2008.
Prabawa, Benny, Nilai Filosofi Upacara Daur Hidup Mitoni,
Yogyakarta, 2012.
Sektioningsih, Muchibba, Adopsi Ajaran Islam Dalam Ritual Mitoni,
Yogyakarta, 2009.
Selania, Aldy, Muhammad Daniel Safira, Tradisi Mapati dan Mitoni
Masyarakat Jawa Islam, Jember.
Soekarto, Soejono, Sosiologi Suatu
Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.
LAMPIRAN


( 1 )
( 2 )


( 3 )
( 4 )


( 5 )
( 6 )
(1)
: Bapak
Anshor ( guru SKI MTS Sunan Prawoto )
(2)
:
Bapak Zaroni ( warga Desa Prawoto )
(3)
: Bapak
Irsyad ( modin Desa Prawoto )
(4)
: Bapak Aris Triyanto
(GuruBahasa Jawa Mts. Sunan Prawoto)
(5)
dan (6) : Berkat
dan bacaan doa
Free Slots Machines (online casino) - Play Free Slots from Expert
BalasHapusThere are lots of different 온카지노 casino games available 인카지노 online deccasino here. All of the casino software you can find here is Microgaming.