Selasa, 06 Juni 2017

PENGETAHUAN TENTANG TAFSIR AL-QURTUBI






45logo STAIN ku bening cilik
Add caption



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Kitab Al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan dan lebih dikenal dengan nama Tafsir al-Qurtubi adalah karangan Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar ibn Farrah al-Ansari al-Khazraji al-Andalusi al-Qurtubi.
Beliau adalah seorang terkenal dengan sikap tawadhu’, ‘alim, zuhud, berkarisma dan berkomitmen dalam melakukan amal akhirat untuk dirinya. Beliau sering didapati memakkai jubbah yang bersih dengan kopyah di atas kepalanya serta seluruh hidupnya digunakan untuk beribadah kepada Allah. Sisa dari  waktunya dihabiskan untuk menulis dan mengkaji ilmu agama.
Kitab ini terdiri dari 10 jilid dan seriap jilid ada 2 juz, jadi jumlahnya ada 20 juz tafsir ini lengkap 30 juz. Kitab tafsir al-Qurthubi ini termasuk kepada kitab tafsir bi al-Ma’tsur (periwayatan). Karena kebanyakan dalam penafsirannya menampilkan hadis-hadis nabi dan bahkan sebelum al-Qurthubi mengambil keputusan atau hasil dari ayat-ayat yang akan ditafsirkan beliau mengemukakan pendapat para ulama.[1]
Adapun sumber tafsirnya adalah:
pertama, Mashodir Asliyah yaitu menafsirkan al-Quran dengan al-Quran, sunnah Rosululloh, perkataan sahabat dan tabi’in, kaidah-kaidah kebahasaan dan ijtihad yang di dasarkan pada dalil.
Kedua, Mashadir Tsanawiyah nya yaitu: Ibnu Jarir, Ibnu Athiya, Ibnu al Arabi, Ilya Al Harasi, Al Jasshash dan tafsir ath-thobari.
Hasil penulisannya, sebagaiman boleh didapati kini cukup memberi manfaat kepada kaum muslimin  sejak ia ditulis hingga hari ini. Tiada royali, tiada sembarang upah dalam hasil kerjanya semata-mata mengharap  ridho Allah sebagai bekal  di akhirat. Kitab tafsirnya ini adalah sebaik-baik kitab dalam menguraikan ayat al-Qur’an berpandukan nahu Arab dengan sandaran ayat  al-Qur’an, hadits, dan juga syair Arab. Beliau turut menjelaskan setiap hukum berdasarkan fiqih mazhab di samping diselitkan panduan dan peringatan dengan hari akhirat.
Berangkat dari pencarian ilmu dari para Ulama’ (seperti Abu al-Abbas bin Umar al-Qurthubi Abu al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad al-Bakhri), kemudian Imam al-Qurthubi diasumsikan berhasrat besar untuk menyusun kitab Tafsir yang juga bernuansa fiqh dengan menampilkan pendapat imam-imam madzhab fiqh dan juga menampilkan hadis yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Selain itu kitab tafsir yang telah ada sedikit sekali yang bernuansa fiqh. Karena itulah Imam al-Qurthubi menyusun kitabnya, dan ini akan mempermudah masyarakat, karena disamping menemukan tafsir beliau juga akan mendapatkan banyak pandangan imam madzhab fiqh, hadis-hadis Rasulullah saw maupun pandangan para Ulam’ mengenai masalah itu.[2]
B.       RUMUSAN MASALAH
1.             Biografi Imam al-Qurtubi
2.             Tentang tafsir al-Qurtubi
3.             Kelebihan dan kekurangan tafsir al-Qurtubi
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Biografi Imam al-Qurtubi
Penulis tafsir al-Qurtubi bernama Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar ibn Farrah al-Ansari al-Khazraji al-Andalusi al-Qurtubi al-Maliki. Beliau dilahirkan di Cordova, Andaluisa (Spanyol sekarang). Disanalah beliau mempelajari Bahasa Arab, Syair, Al-Qur’an Al-Karim, Fiqh, Nahwu, Qira’at, Balaghah, Ulumul Qur’an dan ilmu-ilmu lainnya. Dan ia juga adalah salah satu pengikut madzhab fikih yaitu Imam Maliki. Metode penafsirannya akan banyak mempengaruhi para mufassir setelahnya dengan mengikuti gaya penafsirannya, seperti halnya Ibn Katsir yang menjadikan kitabnya yang terkenal yaitu al jami’ li ahkamil Qur’an atau kitab al-Qurtubi sebagai rujukan.[3]
Namun sayangnya para ulama tidak ada yang tahu dengan pasti mengenai kapan ia dilahirkan, oleh siapa ia dibesarkan dan apakah ia seorang anak yatim atau tidak namun yang ditulis dalam sejarah bahwa ia dilahirkan dan dibesarkan oleh bapaknya yang bermata pencaharian bercocok tanam yang hidup pada zaman dinasti Muwahidun yang kala itu dipimpin oleh Muhammad bin Yusuf bin Hud. (625-635 H) dikisahkan pada saat itu ayahnya sedang memanen dan pada waktu itu pula terjadi sebuah pemberontakan kaum separatis Nashrani Cordova yang menuntut untuk memerdekakan diri dari Islam.
Dalam kehidupannya sehari-hari beliau mempunyai sifat yang unik yang memang tidak semua orang memiliknya sehingga beliau banyak dikenal akan sikap ketawaduanya, kealimannya, kezuhudannya, berkarisma dan komited dalam melakukan amal akhirat untuk dirinya. Seperti yang pernah dikatakan oleh mufassir Adz-Dzaidah  bahwa ia sering terlihat ketika memakai sehelai jubah yang bersih dengan kopiah di atas kepalanya serta seluruh hidupnya digunakan untuk beribadat kepada Allah. Sisa dari waktunya dihabiskan untuk menulis dan mengkaji ilmu agama ”Dia adalah seorang ulama besar yang tawadu dan lebih mementingkan ilmu pengetahuan terlebih kepada tafsir dan hadits yang menghasilkan karya yang jauh lebih baik pada masanya.”
Terlepas dari itu, al-Qurtubi kecil mempelajari berbagai disiplin ilmu ditempat ia dilahirkan kepada para gurunya yang sangat membantunya ialah Ibn Rawwa (seorang Imam hadits), Ibn al-Jumaizi, al-Hassan al-Bakari dsb. Diantara ilmu-ilmu yang ia pelajari ialah tentang keagamaan seperti bahasa arab, Hadits, syair, dan al-qur’an. Disamping itu pula ia banyak belajar dan mendalami ilmu yang menjadi pendukung ilmu Qur’an yakni dengan belajar nahwu, qira’at, fikih dan juga ia mempelajari ilmu balagh.
Setelah ia tumbuh dewasa dan merasa kurang dalam mendalami ilmunya itu, kemudian dia pergi ke mesir (yang pada waktu itu kekuasaan dipegang oleh Dinasti Ayyubiah) dan ia menetap disana sampai ajal menjemputnya pada malam senin 9 syawal 671 H/1273 M dan makamnya sendiri berada di elmania, di timur sungai Nil. Berkat pengabdiannya terhadap ilmu agama dan keinginannya dalam memajukan peradaban Islam, para penduduk disana sangat menghormati jasa beliau sehingga makamnya-pun sering diziarahi oleh banyak orang.[4]
Aktifitasnya dalam mencari ilmu ia jalani dengan serius di bawah bimbingan ulama yang ternama pada saat itu, diantaranya adalah al-Syaikh Abu al-Abbas Ibn ‘Umar al-Qurtubi dan Abu Ali al-Hasan Ibn Muhammad al-Bakri. Beberapa karya penting yang dihasilkan oleh al-Qurtubi adalah al-Jami’ li Ahkam al-Quran, al-Asna fi Syarh Asma Allah al-husna, Kitab al-Tazkirah bi Umar al-Akhirah, Syarh al-Taqassi,Kitab al-Tizkar fi Afdal al-Azkar, Qamh al-Haris bi al-Zuhd wa al-Qana’ah dan Arjuzah Jumi’a Fiha Asma al-Nabi.
Diantara guru-guru Imam Al-Qurthubi adalah :
1.         Ibnu Rawwaj, Imam Al-Muhaddits Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawwaj. Nama aslinya Zhafir bin Ali bin Futuh Al Azdi Al Iskandarani Al-Maliki, wafatnya tahun 648 H.
2.          Ibnu Al-Jumaizi, Al-Allamah Baha’uddin Abu Al-Hasan Ali bin Hibatullah bin Salamah Al Mashri Asy-Syafi’I, wafat pada tahun 649 H. Ahli dalam bidang Hadits, Fiqih dan Ilmu Qira’at.
3.         Abu Al-Abbas Ahmad bin Umar bin Ibrahim Al-Maliki Al-Qurthubi, wafat pada tahun 656 H. Penulis kitab Al-Mufhim fisyarh Shahih Muslim.
4.         Al-Hasan Al-Bakari, Al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad bin Amaruk At-Taimi An-Nisaburi Ad-Dimsyaqi atau Abu Ali Shadruddin Al-Bakari, wafat pada tahun 656 H.[5]
B.       Tentang tafsir al-Qurtubi
1.        Pengenalan Umum Kitab Tafsir Qurtubi
Kitab tafsir ini sering disebut dengan tafsir al-Qurtubi, hal ini dapat dipahami karena tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbah nama al-Qurtubi atau bisa juga karena dalam halaman sampul kitabnya sendiri tertulis judul, tafsir al-Qurtubi al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an. Jadi, tidak sepenuhnya salah apabila seseorang menyebut tafsir ini dengan sebutan tafsir al-Qurtubi bila yang dimaksud adalah tafsir karya al-Qurtubi tersebut. Judul lengkap tafsir ini adalah al-Jami’ li Ahkam al-Quran wa al Mubayyin lima Tadammanah min al-Sunnah wa Ayi al-Furqan yang berarti kitab ini berisi himpunan hukum-hukum al-Quran dan penjelasan terhadap isi kandungannya dari al-Sunnah dan ayat-ayat al-Quran. Dalam muqaddimahnya penamaan kitab ini didahului dengan kalimat Sammaitu….(aku namakan). Dengan demikian dapat dipahami bahwa judul tafsir ini adalah asli dari pengarangnya sendiri.
Didalam karya-karyanya itu al-Qurtubi mempunyai metode penafsiran yang sama seperti halnya at-Thabari, karena al-Qurtubi sangat terpengaruh dengan penafsiran at-Thabari. Akan tetapi ia sendiri mempunyai ciri khas dalam menafsirkan al-Qur’an khususnya dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an .
Di dalam kitab ini ia menggunakan metode tafsir bil ma’tsur yakni metode tafsir untuk menafsirkan ayat al Qur’an dengan riwayat-riwayat lainnya dari para ulama sebelumnya. Kemudian dimana letak keunikan dalam kitab tersebut?.
Dalam kitab tersebut kita akan melihat bahwa tafsir-tafsir yang beliau gunakan dengan cara memuat hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dengan pembahasan yang lebih luas yang menyatukan hadits dengan masalah-masalah ibadah, hukum, dan linguistic. Tidak hanya sampai disana, hadits-hadits yang digunakannya yang ada dalam tafsirnya itu sudah ditakhrij dan disandarkan langsung kepada orang yang meriwayatkannya.
Lebih dari itu, kitab tafsir yang memuat banyak hukum itu tidak memuat kisah-kisah Israiliyat seperti yang ada dalam tafsir at-Thabari. Dalam hal ini al-Qurtubi tidak terpengaruh oleh at-Thabari walaupun ia sedikit banyak telah terpengaruh oleh metode tafsir at-Thabari.[6]

2.        Latar Belakang Penulisan Tafsir al-Qurthubi
Berangkat dari pencarian ilmu dari para Ulama’ (seperti Abu al-Abbas bin Umar al-Qurthubi Abu al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad al-Bakhri), kemudian Imam al-Qurthubi diasumsikan berhasrat besar untuk menyusun kitab Tafsir yang juga bernuansa fiqih dengan menampilkan pendapat imam-imam madzhab fiqih dan juga menampilkan hadis yang sesuai dengan masalah yang dibahas. Selain itu kitab tafsir yang telah ada sedikit sekali yang bernuansa fiqh. Karena itulah Imam al-Qurthubi menyusun kitabnya, dan ini akan mempermudah masyarakat, karena disamping menemukan tafsir beliau juga akan mendapatkan banyak pandangan imam madzhab fiqih, hadis-hadis Rasulullah saw maupun pandangan para Ulama’ mengenai masalah itu.
3.        Sumber Tafsir
Kitab ini terdiri dari 10 jilid dan seriap jilid ada 2 juz, jadi jumlahnya ada 20 juz tafsir ini lengkap 30 juz. Kitab tafsir al-Qurthubi ini termasuk kepada kitab tafsir bi al-Ma’tsur (periwayatan). Karena kebanyakan dalam penafsirannya menampilkan hadis-hadis nabi dan bahkan sebelum al-Qurthubi mengambil keputusan atau hasil dari ayat-ayat yang akan ditafsirkan beliau mengemukakan pendapat para ulama.
Adapun sumber tafsir (Mashadir tafsir) nya adalah:
a.         Mashadir Asliyah yaitu menafsirkan al-Quran dengan al-Quran, sunnah Rosululloh, perkataan sahabat dan tabi’in, kaidah-kaidah kebahasaan dan ijtihad yang di dasarkan pada dalil
b.         Mashadir Tsanawiyah nya yaitu: Ibnu Jarir, Ibnu Athiya, Ibnu al Arabi, Ilya Al Harasi, Al Jasshash dan tafsir ath-thobari.[7]
4.        Sistematika
Dalam penulisan kitab tafsir dikenal adanya tiga sistimatika
a.         Sistimatika Mushafi
Yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada tertib susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dengan dimulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya sampai surat an-Nas.
b.        Sistimatika Nuzuli
Yaitu dalam menafsirkan Al Qur’an berdasarkan kronologis turunnya surat-surat Al Qur’an, contoh mufassir yang memakai sistimatika ini adalah Muhammad ‘Izzah Darwazah dengan tafsirnya yang berjudul al-Tafsir al-Hadits.
c.         Sistimatika Maudhu’i
Yaitu penafsiran al-Quran berdasarkan topik-topik tertentu dengan mengumpulkan ayat-ayat yang ada hubungannya dengan topik tertentu kemudian ditafsirkan.
Al-Qurthubi menjelaskan metode yang dipergunakan dalam tafsir-nya, antara lain:
·   Menjelaskan sebab turunnya ayat
·   Menyebutkan perbedaan bacaan dan bahasa serta menjelaskan tata bahasanya
·   Mengungkapkan periwayatan hadits, mengungkapkan lafaz-lafaz yang gharib di dalam Al Qur’an, memilah-milih perkataan fuqaha, dan mengumpulkan pendapat ulama salaf dan pengikutnya.
Argumentasi-argumentasinya banyak dikuatkan dengan sya’ir arab, mengadopsi pendapat-pendapat ahli tafsir pendahulunya setelah menyari dan mengomentarinya, seperti Ibnu Jarir, Ibnu Athiya, Ibnu al-Arabi, Ilya al-Harasi, al-Jasshash. Al-Qurthubi juga dalam metode penafsirannya menconter kisah-kisah ahli tafsir, riwat-riwat ahli sejarah dan periwayat-periwayat Israiliyat, sekalipun banyak juga mengambil dari sisi-sisi itu dalam tafsirnya. Dan ia juga menantang pendapat-pendapat filosof, mu’tazila dan sufi kolotan serta aliran-aliran lainnya.
Ia menyebutkan pendapat-pendapat ulama mazhab dan mengomentarinya, ia juga tidak ta’assub dengan mazhab Malikianya. Sebaliknya Al-Qurthubi terbuka dalam tesisnya, jujur dalam argumentasinya, santun dalam mendebat musuh-musuhnya dengan penguasaan ilmu tafsir dan segala perangkapnya, serta penguasaan ilmu syariat yang mendalam.
Metode pembahasannya merupakan kepiawaian dan posisinya dibisang tafsir dan pengambilan hukum dari ayat-ayat al-Qur’an sebagai sumber pertama humum Islam. Adapun metode yang dipakai dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yakni metode tematik atau maudhu’, karena sisitematikanya dalam melakukan penafsiran terhadap ayat al-Qur’an dengan menjelaskan kosa kata yang rumit.
5.        Metode Penafsirannya
Metode yang dipergunakan oleh para mufasir, menurut al-Farmawi, dapat diklasifikasikan menjadi empat:
a.         Metode Tahlili[8]
Dimana dengan menggunakan metode ini mufasir-mufasir berusaha menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-ayat al-Quran dan mengungkapkan segenap pengertiann yang dituju. Keuntungan metode ini adalah peminat tafsir dapat menemukan pengertian secara luas dari ayat-ayat al-Quran.
b.        Metode Ijmali
Yaitu ayat-ayat al-Quran dijelaskan dengan pengertian-pengertian garis besarnya saja, contoh yang sangat terkenal adalah Tafsir Jalalain.
c.         Metode Muqaran
Yaitu menjelaskan ayat-ayat al-Quran berdasarkan apa yang pernah ditulis oleh Mufasir sebelumnya dengan cara membandingkannya.
d.        Metode Maudlu’i
Yaitu dimana seorang mufasir mengumpulkan ayat-ayat di bawah suatu topik tertentu kemudian ditafsirkan.
Metode yang dipakai al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya adalah metode tahlili, karena ia berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Quran dan mengungkapkan segenap pengertian yang dituju. Sebagai contoh dari pernyataan ini adalah ketika ia menafsirkan surat al-Fatihah di mana ia membaginya menjadi empat bab yaitu; bab Keutamaan dan nama surat al-Fatihah, bab turunnya dan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, bab Ta’min, dan bab tentang Qiraat dan I’rab, yang masing-masing dari bab tersebut memuat beberapa masalah.





6.        Corak Penafsiran
Para pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya al-Qurtubi kedalam tafsir yang bercorak Fiqhi, sehingga sering disebut sebagai tafsir ahkam. Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran lebih banyak dikaitkan dengan persoalan-persoalan hukum.[9]
Sebagai contoh dapat dilihat ketika menafsirkan surat al-Fatihah. al-Qurtubi mendiskusikan persoalan-persoalan fiqih, terutama yang berkaitan dengan kedudukan basmalah ketika dibaca dalam shalat, juga persoalan fatihah makmum ketika shalat dzuhur. Terhadap ayat yang sama-sama dari kelompok Mufasir ahkam hanya membahasnya secara sepintas, seperti yang dilakukan oleh Abu Bakr al-Jassas. Ia tidak membahas surat ini secara khusus, tetapi hanya menyinggung dalam sebuah bab yang diberi judul Bab Qira’ah al-Fatihah fi al-salah.
Contoh lain dimana al-Qurtubi memberikan penjelasan panjang lebar mengenai persoalana-persoalan fiqih dapat diketemukakan ketika ia membahas ayat Qs. Al-Baqarah 43:
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (٤٣)
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’”
Ia membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Diantara pembahasan yang menarik adalah masalah ke-16. ia mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak kecil yang menjadi Imam salat. Di antara tokoh yang mengatakan boleh adalah al-Sauri, Malik dan Ashab al-Ra’y. Dalam masalah ini, al-Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang dianutnya, dengan pernyataannya:
إمامة الصغير جائزة إذا كان قارئا
(Anak kecil boleh menjadi imam jika memiliki bacaan yang baik)
Dalam kasus lain ketika ia menafsirkan Qs. Al-Baqarah: 187
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ ….
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu;…”
Ia membaginya menjadi 36 masalah. Pada pembahsan ke-12, ia mendiskusikan persoalan makannya orang yang lupa pada siang hari di bulan Ramadhan. Ia berpendapat orang tersebut tidak berkewajiban berkewajiban mengganti puasanya, yang berbeda dengan pendapat Malik sebagai imam mazhabnya. Dengan pernyataannya:
إن من أكل أو شرب ناسيا فلا قضاء عليه وإن صومه تام
“Sesungguhnya orang yang makan atau minum karena lupa, maka tidak wajib baginya menggantinya dan sesungguhnya puasanya adalah sempurna”
Bila dicermati dari contoh-contoh penafsiran di atas, di satu sisi menggambarkan betapa al-Qurtubi banyak mendiskusikan persoalan-persoalan hukum yang menjadikan tafsir ini termasuk ke dalam jajaran tafsir yang bercorak hukum. Disisi lain, dari contoh-contoh tersebut juga terlihat bahwa al-Qurtubi yang bermazhab Maliki ternyata tidak sepenuhnya berpegang teguh dengan pendapat imam mazhabnya.
7.        Karakteristiknya
Persoalan menarik yang terdapat dalam tafsir ini dan perlu untuk dicermati adalah pernyataan yang dikemukakan oleh al-Qurtubi dalam muqaddimah tafsirannya yang berbunyi:
“Syarat saya dalam kitab ini adalah menyandarkan semua perkkataan kepada orang-orang yang mengatakannya dan berbagi hadits pada pengarangnya karena dikatakan bahwa diantara berkah ilmu adalah menyandarkan perkataaan kepadaa orang yang mengatakan.”

8.        Langkah-langkah penafsirannya
Langkah-langkah yang dilakukan oleh al-Qurtubi dalam menafsirkan al-Quran dapat dijelaskan dengan perincian sebagai berikut:
a.         Memberikan kupasan dari segi bahasa.
b.        Menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadits-hadits dengan menyebut sumbernya sebagai dalil.
c.         Mengutip pendapat ulama dengan menyebut sumbernya sebagai alat untuk menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan pokok bahasan.
d.        Menolak pendapat yang dianggap tidak ssesuai dengan ajaran Islam.
e.         Mendiskusikan pendapat ulaam dengan argumentasi masing-masing, setelah itu melakukan tarjih dengan mengambil pendapat yang dianggap paling benar.
Langkah-langkah yang ditempuh al-Qurtubi ini masih meungkin diperluas lagi dengan melakuakan penelitian yang lebih seksama. Suatu hal yang sangat menonjol adalah adanya penjelasan lebar mengenai persoalan fiqhiyah merupakan hal yang sangat mudah ditemui dalam tafsir ini.
9.        Kelebihan dan kekurangan tafsir al-Qurtubi
Imam Adz-Dzahabi pernah berkata, "Al-Qurthubi telah mengarang sebuah kitab tafsir yang sangat spektakuler, namun memiliki kelebihan dan kekurangan didalam kitab tafsirnya.”
Diantara kelebihanya:
a.         Menghimpun ayat, hadits dan aqwal ulama pada masalah-masalah hukum. Kemudian beliau mentarjih salah satu di antara aqwal tersebut.
b.        Sarat dengan dalil-dalil ‘aqli dan naqli.
c.         Tidak mengabaikan bahasa Arab, sya’ir Arab dan sastra Arab.
d.        Ibnu Farhun berkata: “Tafsir yang paling bagus dan paling banyak manfaatnya, membuang kisah dan sejarah, diganti dengan hukum dan istimbat dalil, serta menerangkan i’rob, qiroat, nasikh dan mansukh”
Diantara kekurangannya:
a.         Banyak mencantumkan hadits-hadits dha’if tanpa diberi komentar (catatan), padahal beliau adalah seorang muhaddits (ahli hadits).
b.        Penulis menta’wil beberapa ayat yang berbicara tentang sifat Allah SWT.












BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Dari persoalan-pesoalan yang telah diuraikan dalam beberapa bab di atas dapat dicatat bahwa:
1.        Al-Qurtubi pengarang kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an adalah seorang mufasir yang bermazhab Maliki yang hidup di Andalus.
2.        Tafsir yang ditulisnya tersebut menggunakan sistematika Mushafi, metode Tahlili, berbentuk tafsir matsur dan bercorak fiqhi mazhab Maliki dengan tidak terlalu terkait dengan mazhabnya.
3.        Adanya sejumlah keberatan terhadap model penafsiran yang dilakukan oleh ahli hukum, karena terlalu bersifat atomistis dan harfiah sehingga sering mengaburkan program besar al-Quran sebagai petunjuk dan pengatur seluruh aspek kehidupan.
4.        Perbedaan yang mencolok antara kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an dengan kitab tafsir ahkam al-Qur'an sebelumnya adalah kitab tafsir ini lebih istimewa karena tidak terbatas menafsirkan ayat-ayat hukum dan persoalan fiqih saja, tetapi lebih dari itu tafsir ini mencakup semua aspek tafsir dan ayat-ayat yang tidak berkenaan dengan hukum juga ditafsirkan oleh Qurthubi.  Dan juga al-Qurtubi didalam penafsirannya tidak ta’asub dengan mahzab Maliki.






DAFTAR PUSTAKA

Al-Babani, Hidayyatul ‘Arifin, Juz 2
Al-Qurtubi, Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al-Ansari, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran, Beirut: Dar Al-Fikri, 1998,
Az-Zirikli, Al-A’lam, Juz 5
Mu’min, Ma’mun, Ilmu Tafsir, Stain Kudus, Kudus
http://stainkudus.ac.id/

[1] Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al-Ansari al-Qurtubi, Al-Jami’ Li Ahkam Al-Quran, Beirut: Dar Al-Fikri, 1998, hlm: 3
[2] Ibid, hlm: 4
[3] Ibid, hlm: 3
[4] Az-Zirikli, Al-A’lam, Juz 5, hlm: 322
[5] Al-Babani, Hidayyatul ‘Arifin, Juz 2, hlm: 129
[6] Op.Cit, hlm: 4
[7] Ibid, hlm: 5
[8] Ma’mun Mu’min, Ilmu Tafsir, Stain Kudus, Kudus, hlm: 185-195

[9] Ibid, hlm: 199-200

0 komentar:

Posting Komentar