![]() |
Add caption |
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Haji
merupakan rukun Islam yang kelima yang diwajibkan bagi seorang Muslim sekali
sepanjang hidupnya bagi yang mampu melaksanakanya, Setiap perbuatan dalam
ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara
pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu
dan hanya mengahadap diri kepada Allah Yang Maha Agung. Memperteguh iman dan
takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh
kekhusyu'an, Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
Ibadah haji
adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang
mulia. Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi
umat yang satu karena memiliki persamaan atau satu akidah. Memperkuat fisik dan
mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan
persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan
dalam menghadapi segala godaan dan rintangan. Ibadah haji Menumbuhkan semangat
berkorban, baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk
melakukannya.
Dengan
melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membangun persatuan dan
kesatuan umat Islam sedunia. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam
sedunia, yang peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan
Ka'bahlah yang menjadi simbol kesatuan dan persatuan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian dan Dasar hukum pelaksanaan ibadah haji?
2.
Apa syarat, rukun, wajib haji, sunnah haji?
3.
Apa larangan saat ihram dan denda haji?
4.
Apa pengertian umrah, rukun, miqat, dan wajib umrah?
5.
Apa problematika kontemporer haji?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Haji
Menurut
bahasa kata Haji berarti menuju, sedang menurut pengertian syar’i berarti
menyengaja menuju ke ka’bah baitullah untuk menjalakan ibadah (nusuk) yaitu
ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum haji adalah fardhu ‘ain,
wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan
bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al
Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
Mengenai
hukum ibadah haji, asal hukumnya adalah wajib ‘ain bagi yang mampu.
Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi rukun Islam dan apabila kita
“nazar” yaitu seorang yang bernazar untuk haji, maka wajib melaksanakannya,
kemudian untuk haji sunat, yaitu dikerjakan pada kesempatan selanjutnya,
setelah pernah menunaikan haji wajib.
Haji
merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu
untuk mengerjakan. Jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari’atkan ibadah
haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun
ke sembilan hijrah. [1]
1.
Dalil al-Qur’an:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ
حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ
غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
(QS. Ali Imron: 97).
2.
Dalil As Sunnah
Dari Ibnu
‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ
الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ،
وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas
lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah
dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya,
mendirikan shalat,
menunaikan zakat,
berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16).
Hadits ini menunjukkan bahwa haji
adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan wajibnya. Dari Abu
Hurairah, ia berkata,
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ
فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى
قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ
نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah SAW. berkhutbah
di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah
mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam,
sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka
tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian
sanggup.” (HR. Muslim).[2]
3.
Dalil Ijma’ (Konsensus Ulama)
Para ulama pun
sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan
kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan
sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya
dinyatakan kafir.
Haji merupakan
rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk
mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari'atkan ibadah
haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun
ke sembilan hijrah.
Macam-macam haji:
1.
Ifrad
Yaitu ihrom untuk haji saja
dahulu dari miqotnya, terus diselesaikannya pekerjaan haji. Lalu ihrom lagi
untuk umroh, serta terus mengerjakan segala urusannya. Berarti dalam hal ini
mendahulukan haji daripada umroh, dan inilah yang lebih baik.
2.
Tamattu’
Yaitu mendahulukan umroh dari pada haji dalam waktu
haji.
3.
Qiran
Yaitu dikerjakan bersama-sama antara haji dan umroh
dalam satu waktu.
B.
Syarat, Rukun dan Wajib Haji
1.
Syarat Wajib Haji:
a.
Islam
b.
Baligh
c.
Berakal sehat
d.
Merdeka (bukan budak)
e.
Bisa mngerjakan, yaitu:
· Ada bekalnya
(ongkos dirinya pulang pergi dan belanja
untuk eluarganya yang ditinggal)
· Ada
kendarannya (kepunyaan sendiri atau
nyewa, bagi penduduk diluar Makkah yang jauhnya 15 farsakh atau lebih).
f.
Aman jalanya
g.
Bisa pergi (berkesampain)[3]
2.
Rukun Haji
a.
Menjalankan ihram dengan
niat (niat memasuki ibadah haji dengan mengenakan pakaian ihram pada tanggal 9 Dzulhijjah).
b.
Wukuf (berhenti) di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah
Yakni menetap di Arafah, setelah condongnya matahari
(kea rah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada
hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah.
c.
Thawaf yaitu tawaf untuk haji (tawaf Ifadhah)
Yang dimaksud dengan Thawaf adalah mengelilingi ka’bah
sebayak tujuh kali (masuk waktunya tengah malam Nahr / malam 10 Dzulhijah,
akhir waktunya ta terbatas, diakhiranyan diluar waktu Nahr hukumnya makruh,
diakhirkanya di luar hari tayriq sangat akruh). Thawaf dimulai dari tempat
hajar aswad (batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan
posisi ka’bah berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).[4]
Macam-macam
Thawaf:
1.
Thawaf Qudum
Yakni thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di
Masjidil Haram dari negerinya.
2.
Thawaf Tamattu’
Yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan
(thawaf sunnah)
3.
Thawaf Wada’
Yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan
meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
4.
Thawaf Ifadha
Yakni thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari
wukuf di Arafah. Thawaf Ifadha merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.
d.
Sa'i yaitu lari-lari kecil dimulai dari bukit sofa dan
dikhiri pada marwah sabanyak 7 kali. Syarat melakukan sa’i adalah sebagai
berikut :
1.
Dilakukan dengan diawali dari bukit Shafa, kemudian
diakhiri di bukit Marwah. Kepergian orang tersebut dari bukit Shafa ke bukit
Marwah dihitung 1 kali, sementara kembalinya orang tersebut dari bukit Marwah
ke bukit Shafa juga dihitung 1 kali.
2.
Dilakukan sebanyak 7 kali.
3.
Waktu sa’i adalah sesudah thowaf rukun maupun qudun.
e.
Mencukur atau menggunting rambut
f.
Tertib dan urut
3.
Wajib Haji,
Yaitu sesuatu yang harus dikerjakan, tapi sahnya haji
tidak tergantung atasnya, karena dapat diganti dengan dam (denda)
yaitu menyembelih binatang. berikut kewajiban haji yang harus dikerjakan:
a.
Ihram mulai dari Miqat, yaitu
memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari tempat-tempat yang sudah
ditentukan, terus menerus sampai selesainya Haji. Dalam melaksanakan ihram ada
ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan dari tempat manakah ihram itu
harus dimulai. Persoalan yang membicarakan tentang kapan dan dimana ihram
tersebut dikenakan disebut miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi
ibadah haji dan atau umrah.[5]
Macam-macam
miqat menurut Fah-hul Qarib:
1.
Miqat zamani (batas waktu)
Pada konteks (yang berkaitan) untuk memulai niat
ibadah haji, adalah bulan Syawal, Dzulqa’dah dan 10 malam dari bulan dzilhijjah
(hingga sampai malam hari raya qurban). Adapun (miqat zamani) pada konteks
untuk niat melaksanakan “Umrah” maka sepanjang tahun itu, waktu untuk
melaksanakan ihram umrah.
2.
Miqat makan (batas yang berkaitan dengan tempat)
Untuk dimulainya
niat haji bagi hak orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah, ialah kota
makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang perantauan.
Adapun bagi orang yang tidak menetap di negeri makkah, maka:
· Orang yang
(datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya ialah berada di
(daerah) “Dzul Halifah”
· Orang yang
(datang) dari arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya
ialah di (daerah) “Juhfah”
· Orang yang
(datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di daerah “Yulamlam”.
· Orang yang
(datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan daerah dataran tinggi Yaman,
maka miqatnya ialah berada di bukit “Qarnul Manazil”.
b.
Melempar jumrah “Aqabah”, yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah. Jumrah sendiri artinya
bata kecil atau kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu
yang ada di daerah Mina. Tugu yang ada di Mina itu ada tiga buah, yang dikenal
dengan nama jamratul’Aqabah, Al-Wustha, dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga
tugu ini menandai tepat berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika menggoda nabi Ibrahim
sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra tersayangnya Ismail a.s.
di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
Di
antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut
sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib
untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.
c.
Bercukur rambut kepala (memendekanya saja, yang lebih
utama bagi pria bercukur dan bagi wanita memendekanya)
4.
Sunat Haji
a.
Ifrad, yaitu mendahulukan haji terlebih dahulu baru
mengerjakan umrah.
b.
Membaca Talbiyah
c.
Thawaf Qudum, yaitu thawaf yung dilakukan ketika awal
datang di tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di Arafah.
d.
Shalat sunat ihram 2 rakaat sesudah selesai wukuf,
utamanya dikerjakan dibelakang makam nabi Ibrahim.
e.
Bermalam di Muzdalifah dan Mina
f.
Thawaf wada ', yakni thawaf yang dikerjakan setelah
selesai ibadah haji untuk memberi selamat tinggal bagi mereka yang keluar
Mekkah.
g.
Namun menurut imam nawawi dalam kitab ziyadatur
razudah dan al-majmuk syarah muhadzab: Bermalam di Muzdalifah, Mina dan
Thawaf
wada’ termasuk wajib haji. Ini pendapat paling kuat (mu’tamad).[7]
C. Larangann
Saat Ihram
Orang yang berihram haram melakukan sepuluh
perkara:
a.
Mengenakkan pakaian berjahit
b.
Menutup (seluruh atau sebagian) kepala bagi pria
dan wajah bagi wanita
c.
Menyisir rambut
d.
Memotong rambut
e.
Memotong kuku
f.
Memakai wangi-wangian
g.
Membunuh binatang buruan (di darat)
h.
Melakukan akad nikah (menikah sendiri atau
enikahkan orang lain)
i.
Bersetubuh
j.
Bersentuhan (antara pria dan wanita) dengan
syahwat[8]
D. Dam
(Denda) Haji
Dam yang wajib dalam ihram ada
lima perkara:
1.
Dam yang wajib karena meninggalkan nusuk yaitu
(menurut urutanya), harus menyembelih kambing. Jika tidak mnemukan kambing, wajib
berpuasa sepuluh hari (tiga hari
dikerjakan saat melaksanakan haji, dan yang tujuh hari lagi dikerjakan di
rumah, apabila sudah kembali kepada
keluargannya.
2.
Dam yang wajib sebab mencukur rambut dan
bersenang-senang. Dam ini adalah takhyir (pilihan). Yaitu satu ekor kambing
atau puasa tiga hari atau sedekah 3 sha’ kepada enam orang tanah haram.
3.
Dam wajib sebab dihadang memaasuki Makkah. Orang yang dihadang itu
harus tahalllul (keluar dari ihram) dan mengeluarkan hadyii satu ekor kambing.
4.
Dam wajib sebab membunuh hewan buruan. Dam I I
boleh dipilih (dam tahkyir). Apabila hewan yang dibunuh itu ada serupanya, mak
wajibb mengeluarkan hewan yang serupa dari jenis binatang ternak daan kaambing.
Apbila tidak ada serupanya, wajib menaksir hewan yang di bunuh dan mengeluarkan
bahan makanan menurut harga taksiran, kemudian disedekahkan. Apabilla tidak
mempunyai harta untuk membeli bahan makanan, boleh beruasa untuk tiap-tiap satu mud satu hari.
5.
Dam yang wajib sebab hubungan intim. Dam ini
hars tertib yaitu menyembelih unta. Apabila
tidak menemukan unta, maka wajib menyembelih sapi,. Apabila tidak
menemukan sapi, maka wajib menyembelih tujuh ekor kambing. Apabila tidak
menemukannya, maka wajib mentaksir harga unta, lalu dibelikan makanan dengan
harga taksirannya dan menyedekahkan makanan itu. Dan apabila tidak menemukann
harga unnta, wajib berpuasa tiap-tiap satu mud satu hari.[9]
E. Umrah
Hukum umrah
adalah fardu ‘ain atas tiap-tiap orang laki-laki atau perempuan, sekali seumur
hidup seperti Haji, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat
196 yang artinya:
وَاَتِمُّوا
الحَجَّ وَالْعُّمرَتَ لِلّهِ
Dan sempurnakanlah ibadaah
haji dan umrah karena Allah SWT.
Sabda nabi
SAW: dari Aisyah. ia bertanya kepada Rasulullah SAW. “Adakah wajib atas perempuan
berjihad?” jawab beliau, “Ya, tetapi jihad mereka bukan berperang, melainkan
mengerjakan haji dan umrah. (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hajar).
Syarat-syarat
umrah sama dengan syarat-syarat haji sedangkan rukun umrah ada lima: (ihram
serta berniat, thawaf, sa’i, bercukur atau mengguntung rambut, tertib dan urut)
Wajib umrah
ada dua yaitu: ( ihram dari miqatnya, serta menjauhkan dari segala larangan
umrah).
F.
Problematika
1.
Haid Saat Pelaksanaan Towaf
Ifadloh, Sementara Bila Menunggu Suci Akan Ditinggal Oleh Kloternya
Menurut
ulama’ syafi’iyyah wanita dalam kondisi seperti ini disarankan untuk mengikuti
kloternya hingga sampai pada satu tempat yang yang dirasa sulit baginya untuk
kembali ke makkah, dan ditempat itu juga ia melakukan tahallul sebagaimana
orang yang dikepung oleh musuh yakni menyembelih kambing dan mencukur rambut
dibarengi dengan niat tahallul , setelah itu hal-hal yang diharamkan
sebab ihrom menjadi halal baginya namun ia masih mempunyai tanggungan thawaf
yang harus dikerjakan tahun depan jika ia mampu.[10] Namun
solusi ini dirasa sangat memberatkan tekait dengan situasi dan kondisi saat
ini, karna itu sebagaian ulama’ menyarankan agar taqlid pada Imam Ahmad atau
Imam Abu Hanifah yang menghukumi sah towafnya wanita haid dengan
konsekwensi menyembelih unta badanah (unta gemuk) dan dosa karna memasuki
masjid dalam kondisi haid.[11] Bila wanita yang mengalami haid tadi melakukan haji
tamattu’ maka ia harus niat ihrom haji saat itu juga hingga hajinya menjadi
haji qiron.[12]
2.
Bersentuhan Dengan
Wanita Ketika Thowaf
Suatu kejadian
yang hampir pasti di alami oleh para jamaah haji lelaki ketika melaksanakan
thowaf adalah bersentuhan dengan kaum perempuan .hal ini di karenakan mayoritas
jamaah haji India dan Pakistan mengikuti mazhab hanafi yang berpendapat
bahwa aurotnya wanita saat ibadah adalah 2/3 dari setiap anggota
tubuh atau ½ nya.jika lelaki yakin tersentuh oleh kulit perempuan yang terbuka
maka kedudukan lelaki tersebut adalah sebagai malmus, yang dalam pembahasan
hukumnya terdapat dua qoul[13], menurut
qoul yang ashoh wudlu’nya batal. Dalam masalah tabrakan (laki – laki dan
perempuan melakukan gerakan yang mengakibatkan sentuhan) maka keduannya
sama- sama berkedudukan sebagai lamis dan para ashhabusyafi’i sepakat wudlu’
mereka batal.[14] Karna itu solusi paling tepat adalah berwudlu
ala madhab hanafi dengan ketentuan sebagai berikut:
FARDLU – FARDLU WUDLU:
1.
Membasuh wajah.
2.
Membasuh dua tangan sampai siku.
3.
Mengusap seperempat kepala
4.
(Kira-kira selebar telapak tangan).
5.
Membasuh dua kaki sampai mata kaki. (Niat dan tertib
tergolong sunat bukan fardlu).
HAL- HAL YANG MEMBATALKAN WUDLU
1.
Keluarnya najis dari badan dan keluarnya seperma.
2.
Hilangnya akal (gila, epilepsi dan mabuk).
3.
Tidur berbaring/duduk/terlentang/tengkurap.
4.
Bersetubuh dengan tampa penghalang, baik dengan
sejenis/dengan lawan jenis. (Bersentuhan dengan wanita selain dengan Jima tidak
membatalkan, kecuali bila alatnya berdiri dan tidak ada penghalang yang tebal,
atau keluar sesuatu semisal Madzi).
5.
Tertawa keras, bagi orang baligh yang sadar (bila wudlu
tidak dihasilkan dari mandi wajib).
6.
Darah yang keluar dalam mulut, bila sama/lebih banyak
dari ludahnya.
7.
Air muntahan yang banyak (hingga memenuhi mulut).
SYARAT- SYARAT WUDLU
1.
Punya akal (tidak gila/epilepsi/mabuk).
2.
Tamyiz walau masih kecil (belum baligh).
3.
Tidak haid dan tidak nifas.
4.
Meratakan air ke anggota wudlu.
5.
Tidak ada sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air
ke anggota wudlu.
6.
Tidak ada perkara yang kontra dengan wudlu (semisal
hadats di tengah-tengah wudlu).
7.
Air yang bisa mensucikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Haji adalah menyengaja menuju ke ka’bah baitullah
untuk menjalakan ibadah (nusuk) yaitu ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum
haji adalah fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu,
wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai
wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’
Tata cara pelaksanaan haji harus sesuai dengan syarat,
rukun, wajib dan sunnat haji. Islam, Syarat haji diantaranya : Baligh, Berakal,
Merdeka, Kekuasaan (mampu}sedangkan Rukun Haji adalah : Ihram yaitu berpakaian
ihram, dan niyat ihram dan haji, Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah;
Thawaf, Sa'i, Tahallul dan Tertib atau berurutan
Ada permasalahan haji pada saat ini yang mungkin
sangat tidak bisa dilewatkan bagi kaum Muslimin, diantaranya: Haid Saat
Pelaksanaan Towaf Ifadloh, Sementara Bila Menunggu Suci Akan Ditinggal
Oleh Kloternya, Bersentuhan dengan wanita ketika
thowaf, dan Mencium Hajar aswad.
DAFTAR
PUSTAKA
Alhusaini Imam Taqiyuddin Abu
Bakar Bin Muhammad, kifayatul akhyar, Syrabaya, Bina Iman, 2007
al-Jamal Sulaiman,
Hasiyah al-Jamal, Bairut, Dar al-Fikr
Ibry A. Hufaf, Fathul Qorib al-Mujib, Surabaya,
al-Miftah, 2008
Nawawi Imam, Al-Majmu’
sarh Muhaddab, Maktabah syamilah
Qudamah Ibnu, al-Sarhu al-Kabir. Maktabah syamilah
Rasjid Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung, Sinar Baru
Algensindo, 2015
Syarwani Imam, Hawasi Syawani, Maktabah
syamilah
0 komentar:
Posting Komentar