Selasa, 06 Juni 2017

FIQIH HAJI




45logo STAIN ku bening cilik
Add caption
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Haji merupakan rukun Islam yang kelima yang diwajibkan bagi seorang Muslim sekali sepanjang hidupnya bagi yang mampu melaksanakanya, Setiap perbuatan dalam ibadah haji sebenarnya mengandung rahasia, contoh seperti ihrom sebagai upacara pertama maksudnya adalah bahwa manusia harus melepaskan diri dari hawa nafsu dan hanya mengahadap diri kepada Allah Yang Maha Agung. Memperteguh iman dan takwa kepada allah SWT karena dalam ibadah tersebut diliputi dengan penuh kekhusyu'an, Ibadah haji menambahkan jiwa tauhid yang tinggi
Ibadah haji adalah sebagai tindak lanjut dalam pembentukan sikap mental dan akhlak yang mulia. Ibadah haji adalah merupakan pernyataan umat islam seluruh dunia menjadi umat yang satu karena memiliki persamaan atau satu akidah. Memperkuat fisik dan mental, kerena ibadah haji maupun umrah merupakan ibadah yang berat memerlukan persiapan fisik yang kuat, biaya besar dan memerlukan kesabaran serta ketabahan dalam menghadapi segala godaan dan rintangan. Ibadah haji Menumbuhkan semangat berkorban, baik harta, benda, jiwa besar dan pemurah, tenaga serta waktu untuk melakukannya.
Dengan melaksanakan ibadah haji bisa dimanfaatkan untuk membangun persatuan dan kesatuan umat Islam sedunia. Ibadah haji merupakan muktamar akbar umat islam sedunia, yang peserta-pesertanya berdatangan dari seluruh penjuru dunia dan Ka'bahlah yang menjadi simbol kesatuan dan persatuan.

B.       Rumusan Masalah
1.        Apa Pengertian dan Dasar hukum pelaksanaan ibadah haji?
2.        Apa syarat, rukun, wajib haji, sunnah haji?
3.        Apa larangan saat ihram dan denda haji?
4.        Apa pengertian umrah, rukun, miqat, dan wajib umrah?
5.        Apa problematika kontemporer haji?
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Haji
Menurut bahasa kata Haji berarti menuju, sedang menurut pengertian syar’i berarti menyengaja menuju ke ka’bah baitullah untuk menjalakan ibadah (nusuk) yaitu ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum haji adalah  fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kesepakatan para ulama).
Mengenai hukum ibadah haji, asal hukumnya adalah wajib ‘ain bagi yang mampu. Melaksanakan haji wajib, yaitu karena memenuhi rukun Islam dan apabila kita “nazar” yaitu seorang yang bernazar untuk haji, maka wajib melaksanakannya, kemudian untuk haji sunat, yaitu dikerjakan pada kesempatan selanjutnya, setelah pernah menunaikan haji wajib.
Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan. Jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari’atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah. [1]
1.        Dalil al-Qur’an:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imron: 97).




2.        Dalil As Sunnah
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku Muhammad adalah utusan-Nya,  mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji dan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16). 

Hadits ini menunjukkan bahwa haji adalah bagian dari rukun Islam. Ini berarti menunjukkan wajibnya. Dari Abu Hurairah, ia berkata,
« أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا ». فَقَالَ رَجُلٌ أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ
“Rasulullah SAW. berkhutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “Wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajilah.” Lantas ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun (kami mesti berhaji)?” Beliau lantas diam, sampai orang tadi bertanya hingga tiga kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Seandainya aku mengatakan ‘iya’, maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup.” (HR. Muslim).[2]

3.        Dalil Ijma’ (Konsensus Ulama)
Para ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban haji termasuk perkara al ma’lum minad diini bidh dhoruroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan  kafir.
Haji merupakan rukun Islam yang ke lima, diwajibkan kepada setiap muslim yang mampu untuk mengerjakan. jumhur Ulama sepakat bahwa mula-mulanya disyari'atkan ibadah haji tersebut pada tahun ke enam Hijrah, tetapi ada juga yang mengatakan tahun ke sembilan hijrah.
Macam-macam haji:
1.        Ifrad
Yaitu ihrom untuk haji saja dahulu dari miqotnya, terus diselesaikannya pekerjaan haji. Lalu ihrom lagi untuk umroh, serta terus mengerjakan segala urusannya. Berarti dalam hal ini mendahulukan haji daripada umroh, dan inilah yang lebih baik.
2.        Tamattu’
Yaitu mendahulukan umroh dari pada haji dalam waktu haji.
3.        Qiran
Yaitu dikerjakan bersama-sama antara haji dan umroh dalam satu waktu.

B.       Syarat, Rukun dan Wajib Haji
1.        Syarat Wajib Haji:
a.         Islam
b.        Baligh
c.         Berakal sehat
d.        Merdeka (bukan budak)
e.         Bisa mngerjakan, yaitu:
· Ada bekalnya (ongkos dirinya pulang pergi dan  belanja untuk eluarganya yang ditinggal)
· Ada kendarannya  (kepunyaan sendiri atau nyewa, bagi penduduk diluar Makkah yang jauhnya 15 farsakh atau lebih).
f.         Aman jalanya
g.        Bisa pergi (berkesampain)[3]


2.        Rukun Haji
a.         Menjalankan ihram dengan niat (niat memasuki ibadah haji dengan mengenakan pakaian ihram pada tanggal 9 Dzulhijjah).
b.        Wukuf (berhenti) di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah
Yakni menetap di Arafah, setelah condongnya matahari (kea rah Barat) jatuh pada hari ke-9 bulan dzulhijjah sampai terbit fajar pada hari penyembelihan kurban yakni tanggal 10 dzulhijjah.
c.         Thawaf yaitu tawaf untuk haji (tawaf Ifadhah)
Yang dimaksud dengan Thawaf adalah mengelilingi ka’bah sebayak tujuh kali (masuk waktunya tengah malam Nahr / malam 10 Dzulhijah, akhir waktunya ta terbatas, diakhiranyan diluar waktu Nahr hukumnya makruh, diakhirkanya di luar hari tayriq sangat akruh). Thawaf dimulai dari tempat hajar aswad (batu hitam) tepat pada garis lantai yang berwarna coklat, dengan posisi ka’bah berada di sebelah kiri dirinya (kebalikan arah jarum jam).[4]
Macam-macam Thawaf:
1.        Thawaf Qudum
Yakni thawaf yang dilaksanakan saat baru tiba di Masjidil Haram dari negerinya.
2.        Thawaf Tamattu’
Yakni thawaf yang dikerjakan untuk mencari keutamaan (thawaf sunnah)
3.        Thawaf Wada’
Yakni thawaf yang dilaksanakan ketika akan meninggalkan Makkah menuju tempat tinggalnya.
4.        Thawaf Ifadha
Yakni thawaf yang dikerjakan setelah kembali dari wukuf di Arafah. Thawaf Ifadha merupakan salah satu rukun dalam ibadah haji.
d.        Sa'i yaitu lari-lari kecil dimulai dari bukit sofa dan dikhiri pada marwah sabanyak 7 kali. Syarat melakukan sa’i adalah sebagai berikut :
1.        Dilakukan dengan diawali dari bukit Shafa, kemudian diakhiri di bukit Marwah. Kepergian orang tersebut dari bukit Shafa ke bukit Marwah dihitung 1 kali, sementara kembalinya orang tersebut dari bukit Marwah ke bukit Shafa juga dihitung 1 kali.
2.        Dilakukan sebanyak 7 kali.
3.        Waktu sa’i adalah sesudah thowaf rukun maupun qudun.
e.         Mencukur atau menggunting rambut
f.         Tertib dan urut

3.        Wajib Haji,
Yaitu sesuatu yang harus dikerjakan, tapi sahnya haji tidak tergantung atasnya, karena dapat diganti dengan  dam (denda) yaitu menyembelih binatang. berikut kewajiban haji yang harus dikerjakan:
a.        Ihram mulai dari Miqat, yaitu memakai pakaian Ihram (tidak berjahit), dimulai dari tempat-tempat yang sudah ditentukan, terus menerus sampai selesainya Haji. Dalam melaksanakan ihram ada ketentuan kapan pakaian ihram itu dikenakan dan dari tempat manakah ihram itu harus dimulai. Persoalan yang membicarakan tentang kapan dan dimana ihram tersebut dikenakan disebut miqat atau batas yaitu batas-batas peribadatan bagi ibadah haji dan atau umrah.[5]
Macam-macam miqat menurut Fah-hul Qarib:
1.        Miqat zamani (batas waktu)
Pada konteks (yang berkaitan) untuk memulai niat ibadah haji, adalah bulan Syawal, Dzulqa’dah dan 10 malam dari bulan dzilhijjah (hingga sampai malam hari raya qurban). Adapun (miqat zamani) pada konteks untuk niat melaksanakan “Umrah” maka sepanjang tahun itu, waktu untuk melaksanakan ihram umrah.

2.        Miqat makan (batas yang berkaitan dengan tempat)
Untuk dimulainya niat haji bagi hak orang yang bermukim (menetap) di negeri makkah, ialah kota makkah itu sendiri. Baik orang itu penduduk asli makkah, atau orang perantauan. Adapun bagi orang yang tidak menetap di negeri makkah, maka:
·  Orang yang (datang) dari arah kota Madinah as-syarifah, maka miqatnya ialah berada di (daerah) “Dzul Halifah”
·  Orang yang (datang) dari arah negeri Syam (syiria), Mesir dan Maghribi, maka miqatnya ialah di (daerah) “Juhfah”
·  Orang yang (datang) dari arah Thihamatil Yaman, maka miqatnya berada di daerah “Yulamlam”.
·  Orang yang (datang) dari arah daerah dataran tinggi Hijaz dan daerah dataran tinggi Yaman, maka miqatnya ialah berada di bukit “Qarnul Manazil”.
·  Orang yang (datang) dari arah negeri Irak, maka miqatnya berada di desa “Dzatu “Irqin”.[6]

b.        Melempar jumrah “Aqabah”, yang dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah, sesudah bermalam di Mudzalifah. Jumrah sendiri artinya bata kecil atau kerikil, yaitu kerikil yang dipergunakan untuk melempar tugu yang ada di daerah Mina. Tugu yang ada di Mina itu ada tiga buah, yang dikenal dengan nama jamratul’Aqabah, Al-Wustha, dan ash-Shughra (yang kecil). Ketiga tugu ini menandai tepat berdirinya ‘Ifrit (iblis) ketika menggoda nabi Ibrahim sewaktu akan melaksanakan perintah menyembeliih putra tersayangnya Ismail a.s. di jabal-qurban semata-mata karena mentaati perintah Allah SWT.
Di antara ketiga tugu tersebut maka tugu jumratul ‘Aqabah atau sering juga disebut sebagai jumratul-kubra adalah tugu yang terbesar dan terpenting yang wajib untuk dilempari dengan tujuh buah kerikil pada tanggal 10 Dzulhijjah.
c.         Bercukur rambut kepala (memendekanya saja, yang lebih utama bagi pria bercukur dan bagi wanita memendekanya)

4.        Sunat Haji
a.         Ifrad, yaitu mendahulukan haji terlebih dahulu baru mengerjakan umrah.
b.        Membaca Talbiyah
c.         Thawaf Qudum, yaitu thawaf yung dilakukan ketika awal datang di tanah ihram, dikerjakan sebelum wukuf di Arafah.
d.        Shalat sunat ihram 2 rakaat sesudah selesai wukuf, utamanya dikerjakan dibelakang makam nabi Ibrahim.
e.         Bermalam di Muzdalifah dan Mina
f.         Thawaf wada ', yakni thawaf yang dikerjakan setelah selesai ibadah haji untuk memberi selamat tinggal bagi mereka yang keluar Mekkah.
g.        Namun menurut imam nawawi dalam kitab ziyadatur razudah dan al-majmuk syarah muhadzab: Bermalam di Muzdalifah, Mina dan
Thawaf wada’ termasuk wajib haji. Ini pendapat paling kuat (mu’tamad).[7]



C.      Larangann Saat Ihram
Orang yang berihram haram melakukan sepuluh perkara:
a.         Mengenakkan pakaian berjahit
b.        Menutup (seluruh atau sebagian) kepala bagi pria dan wajah bagi wanita
c.         Menyisir rambut
d.        Memotong rambut
e.         Memotong kuku
f.         Memakai wangi-wangian
g.        Membunuh binatang  buruan (di darat)
h.        Melakukan akad nikah (menikah sendiri atau enikahkan orang lain)
i.          Bersetubuh
j.          Bersentuhan (antara pria dan wanita) dengan syahwat[8]

D.      Dam (Denda) Haji
Dam yang wajib dalam ihram ada lima perkara:
1.        Dam yang wajib karena meninggalkan nusuk yaitu (menurut urutanya), harus menyembelih kambing. Jika tidak mnemukan kambing, wajib berpuasa sepuluh hari  (tiga hari dikerjakan saat melaksanakan haji, dan yang tujuh hari lagi dikerjakan di rumah, apabila sudah kembali  kepada keluargannya.
2.        Dam yang wajib sebab mencukur rambut dan bersenang-senang. Dam ini adalah takhyir (pilihan). Yaitu satu ekor kambing atau puasa tiga hari atau sedekah 3 sha’ kepada enam orang tanah haram.
3.        Dam wajib sebab dihadang  memaasuki Makkah. Orang yang dihadang itu harus tahalllul (keluar dari ihram) dan mengeluarkan hadyii satu ekor kambing.
4.        Dam wajib sebab membunuh hewan buruan. Dam I I boleh dipilih (dam tahkyir). Apabila hewan yang dibunuh itu ada serupanya, mak wajibb mengeluarkan hewan yang serupa dari jenis binatang ternak daan kaambing. Apbila tidak ada serupanya, wajib menaksir hewan yang di bunuh dan mengeluarkan bahan makanan menurut harga taksiran, kemudian disedekahkan. Apabilla tidak mempunyai harta untuk membeli bahan makanan, boleh beruasa  untuk tiap-tiap satu mud satu hari.
5.        Dam yang wajib sebab hubungan intim. Dam ini hars tertib yaitu menyembelih unta. Apabila  tidak menemukan unta, maka wajib menyembelih sapi,. Apabila tidak menemukan sapi, maka wajib menyembelih tujuh ekor kambing. Apabila tidak menemukannya, maka wajib mentaksir harga unta, lalu dibelikan makanan dengan harga taksirannya dan menyedekahkan makanan itu. Dan apabila tidak menemukann harga unnta, wajib berpuasa tiap-tiap satu mud satu hari.[9]
E.       Umrah
Hukum umrah adalah fardu ‘ain atas tiap-tiap orang laki-laki atau perempuan, sekali seumur hidup seperti Haji, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 196 yang artinya:
وَاَتِمُّوا الحَجَّ وَالْعُّمرَتَ لِلّهِ
Dan sempurnakanlah ibadaah haji dan umrah karena Allah SWT.
Sabda nabi SAW: dari Aisyah. ia bertanya kepada Rasulullah SAW. “Adakah wajib atas perempuan berjihad?” jawab beliau, “Ya, tetapi jihad mereka bukan berperang, melainkan mengerjakan haji dan umrah. (Riwayat Ahmad dan Ibnu Hajar).
Syarat-syarat umrah sama dengan syarat-syarat haji sedangkan rukun umrah ada lima: (ihram serta berniat, thawaf, sa’i, bercukur atau mengguntung rambut, tertib dan urut)
Wajib umrah ada dua yaitu: ( ihram dari miqatnya, serta menjauhkan dari segala larangan umrah).
F.       Problematika

1.        Haid Saat Pelaksanaan Towaf Ifadloh, Sementara Bila Menunggu Suci  Akan Ditinggal Oleh  Kloternya
Menurut  ulama’ syafi’iyyah wanita dalam kondisi seperti ini disarankan untuk mengikuti kloternya hingga sampai pada satu tempat yang yang dirasa sulit baginya untuk kembali ke makkah, dan ditempat itu juga ia melakukan tahallul sebagaimana orang yang dikepung oleh musuh yakni menyembelih kambing dan mencukur rambut dibarengi dengan niat  tahallul , setelah itu hal-hal yang diharamkan sebab ihrom menjadi halal baginya namun ia masih mempunyai tanggungan thawaf yang harus dikerjakan tahun depan jika ia mampu.[10] Namun solusi ini dirasa sangat memberatkan tekait dengan situasi dan kondisi saat ini, karna itu sebagaian ulama’ menyarankan agar taqlid pada Imam Ahmad atau Imam Abu Hanifah yang menghukumi sah towafnya wanita haid dengan konsekwensi  menyembelih unta badanah (unta gemuk) dan dosa karna memasuki masjid dalam kondisi haid.[11] Bila wanita yang mengalami haid tadi melakukan haji tamattu’ maka ia harus niat ihrom haji saat itu juga hingga hajinya menjadi haji qiron.[12]

2.        Bersentuhan   Dengan  Wanita Ketika Thowaf
Suatu kejadian yang hampir pasti di alami oleh para jamaah haji lelaki ketika melaksanakan thowaf adalah bersentuhan dengan kaum perempuan .hal ini di karenakan mayoritas jamaah haji India dan Pakistan mengikuti mazhab  hanafi yang berpendapat  bahwa  aurotnya wanita  saat ibadah adalah 2/3 dari setiap anggota tubuh atau ½ nya.jika lelaki yakin tersentuh oleh kulit perempuan yang terbuka maka kedudukan lelaki tersebut adalah sebagai malmus, yang dalam pembahasan hukumnya terdapat dua qoul[13], menurut qoul yang ashoh wudlu’nya batal. Dalam masalah tabrakan (laki – laki dan perempuan  melakukan gerakan yang mengakibatkan sentuhan) maka keduannya sama- sama berkedudukan sebagai lamis dan para ashhabusyafi’i sepakat wudlu’ mereka batal.[14] Karna itu solusi paling tepat adalah berwudlu ala madhab hanafi dengan ketentuan sebagai berikut:

FARDLU – FARDLU WUDLU:
1.        Membasuh wajah.
2.        Membasuh dua tangan sampai siku.
3.        Mengusap seperempat kepala
4.        (Kira-kira selebar telapak tangan).
5.        Membasuh dua kaki sampai mata kaki. (Niat dan tertib tergolong sunat bukan  fardlu).
HAL- HAL YANG MEMBATALKAN WUDLU
1.        Keluarnya najis dari badan dan keluarnya seperma.
2.        Hilangnya akal (gila, epilepsi dan mabuk).
3.        Tidur berbaring/duduk/terlentang/tengkurap.
4.        Bersetubuh dengan tampa penghalang, baik dengan sejenis/dengan lawan jenis. (Bersentuhan dengan wanita selain dengan Jima tidak membatalkan, kecuali bila alatnya berdiri dan tidak ada penghalang yang tebal, atau keluar sesuatu semisal Madzi).
5.        Tertawa keras, bagi orang baligh yang sadar (bila wudlu tidak dihasilkan dari mandi wajib).
6.        Darah yang keluar dalam mulut, bila sama/lebih banyak dari ludahnya.
7.        Air muntahan yang banyak (hingga memenuhi mulut).

SYARAT- SYARAT WUDLU
1.        Punya akal (tidak gila/epilepsi/mabuk).
2.        Tamyiz walau masih kecil (belum baligh).
3.        Tidak haid dan tidak nifas.
4.        Meratakan air ke anggota wudlu.
5.        Tidak ada sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air ke anggota wudlu.
6.        Tidak ada perkara yang kontra dengan wudlu (semisal hadats di tengah-tengah wudlu).
7.        Air yang bisa mensucikan.










BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Haji adalah menyengaja menuju ke ka’bah baitullah untuk menjalakan ibadah (nusuk) yaitu ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum haji adalah  fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’
Tata cara pelaksanaan haji harus sesuai dengan syarat, rukun, wajib dan sunnat haji. Islam, Syarat haji diantaranya : Baligh, Berakal, Merdeka, Kekuasaan (mampu}sedangkan Rukun Haji adalah : Ihram yaitu berpakaian ihram, dan niyat ihram dan haji, Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah; Thawaf, Sa'i, Tahallul dan Tertib atau berurutan
Ada permasalahan haji pada saat ini yang mungkin sangat tidak bisa dilewatkan bagi kaum Muslimin, diantaranya: Haid Saat Pelaksanaan Towaf Ifadloh, Sementara Bila Menunggu Suci  Akan Ditinggal Oleh  Kloternya, Bersentuhan   dengan  wanita ketika thowaf, dan Mencium Hajar aswad.










DAFTAR PUSTAKA
Alhusaini Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad, kifayatul akhyar, Syrabaya, Bina Iman, 2007
al-Jamal Sulaiman, Hasiyah al-Jamal, Bairut, Dar al-Fikr
Ibry A. Hufaf, Fathul Qorib al-Mujib, Surabaya, al-Miftah, 2008
Nawawi Imam, Al-Majmu’ sarh Muhaddab, Maktabah syamilah
Qudamah Ibnu, al-Sarhu al-Kabir. Maktabah syamilah
Rasjid Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2015
Syarwani Imam, Hawasi Syawani, Maktabah syamilah





[1] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 2015, hal: 247
[2] Ibid, hal: 248
[3] A. Hufaf Ibry, Fathul Qorib al-Mujib, Surabaya, al-Miftah, 2008, Juz 1, hal: 316-317
[4] Ibid, hal: 319-323
[5] Ibid, hal: 323-326
[6] Ibid, hal: 326-320
[7] Ibid, hal: 326-330
[8] Imam Taqiyuddin Abu Bakar Bin Muhammad Alhusaini, kifayatul akhyar, Syrabaya, Bina Iman, 2007, Hlm: 509-515
[9] Ibid, hlm: 521-528
[10] Sulaiman al-Jamal, Hasiyah al-Jamal, Bairut, Dar al-Fikr. juz :2 hal:429
[11] Imam Syarwani, Hawasi Syawani, Maktabah syamilah. juz :4 hal:142
[12] Ibnu Qudamah, al-Sarhu al-Kabir. Maktabah syamilah. juz :3 hal:248
[13] Imam Nawawi, Al-Majmu’ sarh Muhaddab, Maktabah syamilah, juz 2, hal:26
[14] Ibid, hal:29

0 komentar:

Posting Komentar