QIRA’AT
ALI KISA’I
Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas UAS
Mata
Kuliah: Qira’at dan Nagham
Dosen
Pengampu: H. Saiful Mujab, M.S.I.
Disusun Oleh:
Ainul Abdul Nai’m
1530110007
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN
USHULUDDIN/IQT
4A
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an
adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang
mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya.
Selain sebagai sumber ilmu, Al-Qur’an
juga mempunyai ilmu dalam membacanya.
Dalam surat Al-Isra’,
Alloh SWT telah berfirman :Artinya
: “Sesungguhnya Al-Quran
ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar
gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka
ada pahala yang besar.” (QS. Al-Isra’:9)
Juga telah di sebutkan dalam sebuah hadits, Sabda
Rasulullah SAW : “Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya
satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku
tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam
satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Begitu besar keagungan Al-Qur’an sampai-sampai dalam membacanya pun harus disertai
ilmu membaca yang di sebut ilmu qiro’at, karena di kawatirkan apabila dalam
membaca Al-Qur’an
tidak disertai ilmunya akan berakibat berubahnya arti, maksud serta tujuan
dalam setiap firman yang tertulis dalam Al-Qur’an.
Selain ilmu qiro’at, Al-Qur’an juga suatu rangkain kalimat yang
serasi satu dengan yang lainnya. keserasian kalimat antar kalimat, ayat antar
ayat sampai kepada surat antar surat membuat Al-Qur’an di juluki suatu rangkain syair yang
begitu indah mustahil untuk di serupai. dalam rangkaian Ulumul Qur’an,
keserasian dalam Al-Qur’an
di sebut Munasabah Al-Qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana kaidah Qira’at Imam Ali Kisa’i riwayat Abu
al-Harits?
2.
Bagaimana kaidah Qira’at Imam Ali Kisa’i riwayat ad-Duri
Ali?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Qira’at
1.
Imam
Ali Kisa’i
a.
Riwayat
Abu al-Harits
1)
Memisah di antara
dua surat
Abu
al-Harits memisah di antara dua surat dengan basmalah.
2)
Mim Jama’
Abu
Al-Harits membaca dhommah ha’ dan mim dari setiap mim jama’ yang
sesudahnya berupa sukun dan sebelumnya berupa ha’, baik sebelumnya ada huruf
ya’ sukun ataupun tidak, seperti عَلَيْهُمُ
الذِّلَّةُ
3)
Panjang dan Pendek bacaannya
a. Apabila mad
muttashil maka Abu al-Harits membaca 2 alif, seperti جَآءَ
b. Apabila mad
munfashil maka Abu al-Harits membaca 2 alif, seperti إِنَّاۤ أَنزَلْنَاهُ
4)
Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat maupun dua
kalimat
Adapun dalam bacaan hamzah berurutan baik dalam satu dan
dua kata baik harakatnya sama maupun beda, maka bacaannya Abu al-Harits pun
biasa, yakni tahqiq semua, seperti ءَأَنْذَرْتَهُمْ
5)
Isymam
a. Abu
al-Harits membaca isymam dengan suara shad ke huruf za’, hanya pada
lafadz tertentu yakni seperti فَاصْدَعْ
6)
Idzhar dan Idgham
a. Setiap
huruf dzal lafadz إِذْ bertemu huruf س, ص, ت, ز, د maka Abu al-Harits membaca idgham seperti إِذْ تَّخْلُقُ
b. Setiap huruf dal
lafadz قَدْ bertemu huruf ,س, ش, ص, ض, ظ, ج, ز ذ maka Abu al-Harits membaca idgham, seperti قَدْ جَّاءَكُمْ
c. Setiap ta’ ta’nits (ت) bertemu pada
huruf ص, ظ, ث, ج, ز, ش maka Abu al-Harits membaca idgham seperti كَذَّبَتْ ثَّمُودُ
d. Setiap huruf lam
lafadz بَلْ bertemu dengan huruf ت, ث, ز, س, ض ط, ظ, ن maka Abu al-Harits membaca idgham seperti بَل طَّبَعَ
e. Setiap huruf lam
lafadz هَلْ bertemu dengan huruf ت, ث, ن maka Abu al-Harits membaca idgham seperti هَل ثُّوِّبَ
f. Setiap lafadz
tertentu yang berdekatan makhrajnya, seperti ذ bertemu huruf ت dalam lafadz اتَّخَذْتُّمُ maka Abu al-Harits membaca idgham
7)
Fathah dan Imalah
Abu
al-Harits membaca imalah pada:
a.
Setiap lafadz dzawatil ya’, seperti lafadz الْهُدَى
b.
Setiap alif ta’nits seperti lafadz سُكَارَى
c.
Setiap alif yang terletak sebelum ra’ di
ujung kalimat, seperti أَبْصَارَهُمْ
d.
Setiap lafadz رَأَى (imalah ra’ dan hamzahnya)
e.
Setiap huruf hijaiyyah ح, ي, ط, ه, ر pada awal surat, seperti طه
f.
Adapun khusus ta’ marbuthah (ة) yang sebelumnya berupa huruf ص, ق, ح, ع, خ, ض, ط, ظ, غ maka dibaca 2 versi, yakni fathah biasa dan
imalah, seperti خَافِضَةٌ
g.
Dalam akhir ayat dalam sebelas surat
tertentu, Abu al-Harits membaca seluruh alif yang ya’, atau alif yang berbentuk
ya’ (dzawatil ya’) dengan imalah semua tanpa dibaca fathah. Surat tersebut
ialah Taha, an-Najm, al-Ma’arij, al-Qiyamah, an-Nazi’at, ‘Abasa, al-A’la,
asy-Syams, al-Lail, ad-Dhuha, dan al-Alaq.[2]
h.
Setiap ta’ marbuthah (ة) dalam keadaan waqaf yang sebelumnya
berupa huruf selain ض, ط, ظ, غ, ص, ق, أ,
ك, ه, ر, ا ح, ع, خ, seperti دَرَجَةٌ
i.
Adapun khusus ta’ marbuthah (ة) yang sebelumnya berupa huruf أ, ك, ه, ر maka dibaca imalah jika waqaf apabila
sebelumnya berupa huruf yang berharakat kasrah atau berupa ya’ sukun, seperti هَيْئَةِ
j.
Setiap ta’ marbuthah (ة) dalam keadaan waqaf yang yang sebagian
tertulis dengan ت,
maka tetap dianggap ta’ marbuthah (ة), seperi رَحْمَت
k.
Setiap
lafadz ,الْأَبْرَارِ, الْأَشْرَارِ الْقَرَارُ
8)
Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafs
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang cara
bacanya berbeda dengan riwayat Hafs ialah:
a.
Membaca huruf ه dari lafadz هُوَ dan هِيَ jika jatuh
setelah ,ف و, dan ل maka dibaca sukun ha’-nya, seperti وَهْوَ, وَهْيَ, لَهْيَ
b.
Riwayat ad-Duri Ali
1)
Memisah di antara dua surat
Ad-Duri Ali memisah di antara dua
surat dengan basmalah.
2)
Mim Jama’
Ad-Duri Ali membaca dhommah ha’ dan
mim dari setiap mim jama’ yang sesudahnya berupa sukun dan sebelumnya
berupa ha’, baik sebelumnya ada huruf ya’ sukun ataupun tidak, seperti عَلَيْهُمُ الذِّلَّةُ
3)
Panjang dan Pendek bacaannya
a. Apabila mad
muttashil maka ad-Duri Ali membaca 2 alif, seperti جَآءَ
b. Apabila mad
munfashil maka ad-Duri Ali membaca 2 alif, seperti إِنَّاۤ أَنزَلْنَاهُ
4)
Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat maupun dua
kalimat
Adapun dalam bacaan hamzah berurutan baik dalam satu dan
dua kata baik harakatnya sama maupun beda, maka bacaannya ad-Duri Ali pun biasa, yakni tahqiq semua,
seperti ءَأَنْذَرْتَهُمْ
5)
Isymam
a. Ad-Duri
Ali membaca isymam dengan suara shad ke huruf za’, hanya pada lafadz
tertentu yakni seperti فَاصْدَعْ
b. Ad-Duri
Ali membaca isymam harakat dhommah ke dalam kasrah pada lafadz قِيلَ
6)
Idzhar dan Idgham
a. Setiap
huruf dzal lafadz إِذْ bertemu huruf س, ص, ت, ز, د maka ad-Duri Ali membaca idgham seperti إِذْ تَّخْلُقُ
b. Setiap huruf dal
lafadz قَدْ bertemu huruf ,س, ش, ص, ض, ظ, ج, ز ذ maka ad-Duri Ali membaca idgham,
seperti قَدْ جَّاءَكُمْ
c. Setiap ta’ ta’nits (ت) bertemu pada
huruf ص, ظ, ث, ج, ز, ش maka ad-Duri Ali membaca idgham
seperti كَذَّبَتْ
ثَّمُودُ
d. Setiap huruf lam
lafadz بَلْ bertemu dengan huruf ت, ث, ز, س, ض ط, ظ, ن maka ad-Duri Ali membaca idgham seperti بَل طَّبَعَ
e. Setiap huruf lam
lafadz هَلْ bertemu dengan huruf ت, ث, ن maka ad-Duri Ali membaca idgham seperti هَل ثُّوِّبَ
f. Setiap lafadz
tertentu yang berdekatan makhrajnya, seperti ذ bertemu huruf ت dalam lafadz اتَّخَذْتُّمُ maka ad-Duri Ali membaca idgham[3]
7)
Fathah dan Imalah
Ad-Duri Ali membaca imalah pada:
a.
Setiap lafadz dzawatil ya’, seperti lafadz الْهُدَى
b.
Setiap alif ta’nits seperti lafadz سُكَارَى
c.
Setiap alif yang terletak sebelum ra’ di
ujung kalimat, seperti أَبْصَارَهُمْ
d.
Setiap lafadz رَأَى (imalah ra’ dan hamzahnya)
e.
Setiap huruf hijaiyyah ح, ي, ط, ه, ر pada awal surat, seperti طه
f.
Adapun khusus ta’ marbuthah (ة) yang sebelumnya berupa huruf ص, ق, ح, ع, خ, ض, ط, ظ, غ maka dibaca 2 versi, yakni fathah biasa dan
imalah, seperti خَافِضَةٌ
g.
Dalam akhir ayat dalam sebelas surat
tertentu, Abu al-Harits membaca seluruh alif yang ya’, atau alif yang berbentuk
ya’ (dzawatil ya’) dengan imalah semua tanpa dibaca fathah. Surat tersebut
ialah Taha, an-Najm, al-Ma’arij, al-Qiyamah, an-Nazi’at, ‘Abasa, al-A’la,
asy-Syams, al-Lail, ad-Dhuha, dan al-Alaq.
h.
Setiap ta’ marbuthah (ة) dalam keadaan waqaf yang sebelumnya
berupa huruf selain ض, ط, ظ, غ, ص, ق, أ,
ك, ه, ر, ا ح, ع, خ, seperti دَرَجَةٌ
i.
Adapun khusus ta’ marbuthah (ة) yang sebelumnya berupa huruf أ, ك, ه, ر maka dibaca imalah jika waqaf apabila
sebelumnya berupa huruf yang berharakat kasrah atau berupa ya’ sukun, seperti هَيْئَةِ
j.
Setiap ta’ marbuthah (ة) dalam keadaan waqaf yang yang sebagian
tertulis dengan ت,
maka tetap dianggap ta’ marbuthah (ة), seperi رَحْمَت
k.
Setiap
lafadz ,الْأَبْرَارِ, الْأَشْرَارِ الْقَرَارُ
l.
Setiap aliif yang jatuh setelah ain fi’il,
dikarenakan setelahnya ada alif yang jatuh setelah lam yang dibaca imalah juga
dalam wazan فَعَالَى, فُعَالَى seperti نَصَارَى
Adapun khusus mengenai masalah imalah alif
yang jatuh setelah ‘ain fi’il dalam wazan فَعَالَى, فُعَالَى ini mengikuti pendapat dalam kitab Faydh al-Barakat
sebagaimana cocok dengan Ithaf Fudhala al-Basyar.
8)
Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafs
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang cara
bacanya berbeda dengan riwayat Hafs ialah:
a.
Membaca huruf ه dari lafadz هُوَ dan هِيَ jika jatuh
setelah ,ف و, dan ل maka dibaca sukun ha’-nya, seperti وَهْوَ, وَهْيَ, لَهْيَ
Selain
itu masih ada beberapa perbedaan lagi yang terdapat dalam kaidah farsy
dan ushuly lainnya.[4]
BAB
III
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Berdasarkan
uraian di atas maka beberapa poin mendasar yang dapat dijadikan sebagai
kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Qiraat adalah
ragam cara bacaan yang punya legitimasi dan landasan riwayat dari Nabi SAW. Kedua, Pemaknaan terhadap qiraat sendiri dasar awal terhadap
konsep sab’atu ahruf sebagian
memaknainya dengan ragam tujuh bacaan atau ragam dialek bahasa. Ketiga, Qiraat
diklasifikasi pada tiga macam; mutawatir, ahad dan syadz. Keempat, teori
qiraat Imam Kisai berdasarkan pada teori qawaid ushuliyyah yang meliputi
idgham, pembacaan awal basmalah, gunnah dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Chasan Albab
Hafidz. Pengantar Qira’at Tujuh: Pengertian,
Sejarah, dan Cara Membacanya. Semarang: Moncer Press. 2016.
0 komentar:
Posting Komentar