Selasa, 06 Juni 2017

QIRA’AT IMAM ALI KISA’I



QIRA’AT ALI KISA’I
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS
Mata Kuliah: Qira’at dan Nagham
Dosen Pengampu: H. Saiful Mujab, M.S.I.



Disusun Oleh:
Ainul Abdul Nai’m
1530110007




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN/IQT 4A
2017


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalammullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika, mu’amalah dan sebagainya. Selain sebagai sumber ilmu, Al-Qur’an juga mempunyai ilmu dalam membacanya.
Dalam surat Al-Isra’, Alloh SWT telah berfirman :Artinya : “Sesungguhnya Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al-Isra’:9)
Juga telah di sebutkan dalam sebuah hadits, Sabda Rasulullah SAW : “Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Begitu besar keagungan Al-Qur’an  sampai-sampai dalam membacanya pun harus disertai ilmu membaca yang di sebut ilmu qiro’at, karena di kawatirkan apabila dalam membaca Al-Qur’an tidak disertai ilmunya akan berakibat berubahnya arti, maksud serta tujuan dalam setiap firman yang tertulis dalam Al-Qur’an.
Selain ilmu qiro’at, Al-Qur’an juga suatu rangkain kalimat yang serasi satu dengan yang lainnya. keserasian kalimat antar kalimat, ayat antar ayat sampai kepada surat antar surat membuat Al-Qur’an di juluki suatu rangkain syair yang begitu indah mustahil untuk di serupai. dalam rangkaian Ulumul Qur’an, keserasian dalam Al-Qur’an di sebut Munasabah Al-Qur’an.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kaidah Qira’at Imam Ali Kisa’i riwayat Abu al-Harits?
2.      Bagaimana kaidah Qira’at Imam Ali Kisa’i riwayat ad-Duri Ali?




























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Qira’at
1.      Imam Ali Kisa’i
a.      Riwayat Abu al-Harits
1)      Memisah di antara dua surat
Abu al-Harits memisah di antara dua surat dengan basmalah.
2)      Mim Jama’
Abu Al-Harits membaca dhommah ha’ dan mim dari setiap mim jama’ yang sesudahnya berupa sukun dan sebelumnya berupa ha’, baik sebelumnya ada huruf ya’ sukun ataupun tidak, seperti عَلَيْهُمُ الذِّلَّةُ
3)      Panjang dan Pendek bacaannya
a.       Apabila mad muttashil maka Abu al-Harits membaca 2 alif, seperti جَآءَ
b.      Apabila mad munfashil maka Abu al-Harits membaca 2 alif, seperti إِنَّاۤ أَنزَلْنَاهُ
4)      Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat maupun dua kalimat
Adapun dalam bacaan hamzah berurutan baik dalam satu dan dua kata baik harakatnya sama maupun beda, maka bacaannya Abu al-Harits pun biasa, yakni tahqiq semua, seperti ءَأَنْذَرْتَهُمْ 
5)      Isymam
a.       Abu al-Harits membaca isymam dengan suara shad ke huruf za’, hanya pada lafadz tertentu yakni seperti فَاصْدَعْ
b.      Abu Al-Harits membaca isymam harakat dhommah ke dalam kasrah pada lafadz [1]قِيلَ
6)      Idzhar dan Idgham
a.       Setiap huruf dzal lafadz إِذْ bertemu huruf س, ص, ت, ز, د maka Abu al-Harits membaca idgham seperti إِذْ تَّخْلُقُ
b.      Setiap huruf dal lafadz قَدْ bertemu huruf  ,س, ش, ص, ض, ظ, ج, ز ذ maka Abu al-Harits membaca idgham, seperti قَدْ جَّاءَكُمْ
c.       Setiap ta’ ta’nits (ت) bertemu pada huruf ص, ظ, ث, ج, ز, ش maka Abu al-Harits membaca idgham seperti كَذَّبَتْ ثَّمُودُ
d.      Setiap huruf lam lafadz بَلْ bertemu dengan huruf ت, ث, ز, س, ض ط, ظ, ن maka Abu al-Harits membaca idgham seperti بَل طَّبَعَ
e.       Setiap huruf lam lafadz هَلْ bertemu dengan huruf ت, ث, ن maka Abu al-Harits membaca idgham seperti هَل ثُّوِّبَ
f.       Setiap lafadz tertentu yang berdekatan makhrajnya, seperti ذ bertemu huruf ت dalam lafadz اتَّخَذْتُّمُ maka Abu al-Harits membaca idgham
7)      Fathah dan Imalah
Abu al-Harits membaca imalah pada:
a.       Setiap lafadz dzawatil ya’, seperti lafadz الْهُدَى
b.      Setiap alif ta’nits seperti lafadz سُكَارَى
c.       Setiap alif yang terletak sebelum ra’ di ujung kalimat, seperti أَبْصَارَهُمْ
d.      Setiap lafadz رَأَى (imalah ra’ dan hamzahnya)
e.       Setiap huruf hijaiyyah ح, ي, ط, ه, ر pada awal surat, seperti طه
f.       Adapun khusus ta’ marbuthah (ة) yang sebelumnya berupa huruf ص, ق, ح, ع, خ, ض, ط, ظ, غ maka dibaca 2 versi, yakni fathah biasa dan imalah, seperti خَافِضَةٌ
g.      Dalam akhir ayat dalam sebelas surat tertentu, Abu al-Harits membaca seluruh alif yang ya’, atau alif yang berbentuk ya’ (dzawatil ya’) dengan imalah semua tanpa dibaca fathah. Surat tersebut ialah Taha, an-Najm, al-Ma’arij, al-Qiyamah, an-Nazi’at, ‘Abasa, al-A’la, asy-Syams, al-Lail, ad-Dhuha, dan al-Alaq.[2]
h.      Setiap ta’ marbuthah (ة) dalam keadaan waqaf yang sebelumnya berupa huruf selain ض, ط, ظ, غ, ص, ق, أ, ك, ه, ر, ا   ح, ع, خ,  seperti  دَرَجَةٌ  
i.        Adapun khusus ta’ marbuthah (ة) yang sebelumnya berupa huruf أ, ك, ه, ر maka dibaca imalah jika waqaf apabila sebelumnya berupa huruf yang berharakat kasrah atau berupa ya’ sukun, seperti هَيْئَةِ
j.        Setiap ta’ marbuthah (ة) dalam keadaan waqaf yang yang sebagian tertulis dengan ت, maka tetap dianggap ta’ marbuthah (ة), seperi رَحْمَت
k.      Setiap lafadz ,الْأَبْرَارِ, الْأَشْرَارِ الْقَرَارُ
8)      Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafs
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan riwayat Hafs ialah:
a.       Membaca huruf ه dari lafadz هُوَ dan هِيَ jika jatuh setelah ,ف و, dan ل maka dibaca sukun ha’-nya, seperti وَهْوَ, وَهْيَ, لَهْيَ
b.      Riwayat ad-Duri Ali
1)      Memisah di antara dua surat
Ad-Duri Ali memisah di antara dua surat dengan basmalah.
2)      Mim Jama’
Ad-Duri Ali membaca dhommah ha’ dan mim dari setiap mim jama’ yang sesudahnya berupa sukun dan sebelumnya berupa ha’, baik sebelumnya ada huruf ya’ sukun ataupun tidak, seperti عَلَيْهُمُ الذِّلَّةُ
3)      Panjang dan Pendek bacaannya
a.       Apabila mad muttashil maka ad-Duri Ali membaca 2 alif, seperti جَآءَ
b.      Apabila mad munfashil maka ad-Duri Ali membaca 2 alif, seperti إِنَّاۤ أَنزَلْنَاهُ
4)      Dua hamzah berurutan dalam satu kalimat maupun dua kalimat
Adapun dalam bacaan hamzah berurutan baik dalam satu dan dua kata baik harakatnya sama maupun beda, maka bacaannya ad-Duri Ali pun biasa, yakni tahqiq semua, seperti ءَأَنْذَرْتَهُمْ 
5)      Isymam
a.       Ad-Duri Ali membaca isymam dengan suara shad ke huruf za’, hanya pada lafadz tertentu yakni seperti فَاصْدَعْ
b.      Ad-Duri Ali membaca isymam harakat dhommah ke dalam kasrah pada lafadz قِيلَ  
6)      Idzhar dan Idgham
a.       Setiap huruf dzal lafadz إِذْ bertemu huruf س, ص, ت, ز, د maka ad-Duri Ali membaca idgham seperti إِذْ تَّخْلُقُ
b.      Setiap huruf dal lafadz قَدْ bertemu huruf  ,س, ش, ص, ض, ظ, ج, ز ذ maka ad-Duri Ali membaca idgham, seperti قَدْ جَّاءَكُمْ
c.       Setiap ta’ ta’nits (ت) bertemu pada huruf ص, ظ, ث, ج, ز, ش maka ad-Duri Ali membaca idgham seperti كَذَّبَتْ ثَّمُودُ
d.      Setiap huruf lam lafadz بَلْ bertemu dengan huruf ت, ث, ز, س, ض ط, ظ, ن maka ad-Duri Ali membaca idgham seperti بَل طَّبَعَ
e.       Setiap huruf lam lafadz هَلْ bertemu dengan huruf ت, ث, ن maka ad-Duri Ali membaca idgham seperti هَل ثُّوِّبَ
f.       Setiap lafadz tertentu yang berdekatan makhrajnya, seperti ذ bertemu huruf ت dalam lafadz اتَّخَذْتُّمُ maka ad-Duri Ali membaca idgham[3]
7)      Fathah dan Imalah
Ad-Duri Ali membaca imalah pada:
a.       Setiap lafadz dzawatil ya’, seperti lafadz الْهُدَى
b.      Setiap alif ta’nits seperti lafadz سُكَارَى
c.       Setiap alif yang terletak sebelum ra’ di ujung kalimat, seperti أَبْصَارَهُمْ
d.      Setiap lafadz رَأَى (imalah ra’ dan hamzahnya)
e.       Setiap huruf hijaiyyah ح, ي, ط, ه, ر pada awal surat, seperti طه
f.       Adapun khusus ta’ marbuthah (ة) yang sebelumnya berupa huruf ص, ق, ح, ع, خ, ض, ط, ظ, غ maka dibaca 2 versi, yakni fathah biasa dan imalah, seperti خَافِضَةٌ
g.      Dalam akhir ayat dalam sebelas surat tertentu, Abu al-Harits membaca seluruh alif yang ya’, atau alif yang berbentuk ya’ (dzawatil ya’) dengan imalah semua tanpa dibaca fathah. Surat tersebut ialah Taha, an-Najm, al-Ma’arij, al-Qiyamah, an-Nazi’at, ‘Abasa, al-A’la, asy-Syams, al-Lail, ad-Dhuha, dan al-Alaq.
h.      Setiap ta’ marbuthah (ة) dalam keadaan waqaf yang sebelumnya berupa huruf selain ض, ط, ظ, غ, ص, ق, أ, ك, ه, ر, ا   ح, ع, خ,  seperti  دَرَجَةٌ  
i.        Adapun khusus ta’ marbuthah (ة) yang sebelumnya berupa huruf أ, ك, ه, ر maka dibaca imalah jika waqaf apabila sebelumnya berupa huruf yang berharakat kasrah atau berupa ya’ sukun, seperti هَيْئَةِ
j.        Setiap ta’ marbuthah (ة) dalam keadaan waqaf yang yang sebagian tertulis dengan ت, maka tetap dianggap ta’ marbuthah (ة), seperi رَحْمَت
k.      Setiap lafadz ,الْأَبْرَارِ, الْأَشْرَارِ الْقَرَارُ
l.        Setiap aliif yang jatuh setelah ain fi’il, dikarenakan setelahnya ada alif yang jatuh setelah lam yang dibaca imalah juga dalam wazan فَعَالَى, فُعَالَى seperti نَصَارَى
Adapun khusus mengenai masalah imalah alif yang jatuh setelah ‘ain fi’il dalam wazan فَعَالَى, فُعَالَى ini mengikuti pendapat dalam kitab Faydh al-Barakat sebagaimana cocok dengan Ithaf Fudhala al-Basyar.
8)      Kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan Hafs
Adapun di antara sebagian kalimat-kalimat yang cara bacanya berbeda dengan riwayat Hafs ialah:
a.       Membaca huruf ه dari lafadz هُوَ dan هِيَ jika jatuh setelah ,ف و, dan ل maka dibaca sukun ha’-nya, seperti وَهْوَ, وَهْيَ, لَهْيَ
Selain itu masih ada beberapa perbedaan lagi yang terdapat dalam kaidah farsy dan ushuly lainnya.[4]























BAB III
PENUTUP

A.    SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka beberapa poin mendasar yang dapat dijadikan sebagai kesimpulan sebagai berikut:
 Pertama, Qiraat adalah ragam cara bacaan yang punya legitimasi dan landasan riwayat dari Nabi SAW. Kedua, Pemaknaan terhadap qiraat sendiri dasar awal terhadap konsep sab’atu ahruf  sebagian memaknainya dengan ragam tujuh bacaan atau ragam dialek bahasa. Ketiga, Qiraat diklasifikasi pada tiga macam; mutawatir, ahad dan syadz. Keempat, teori qiraat Imam Kisai berdasarkan pada teori qawaid ushuliyyah yang meliputi idgham, pembacaan awal basmalah, gunnah dan lain-lain.























DAFTAR PUSTAKA

Chasan Albab Hafidz. Pengantar Qira’at Tujuh: Pengertian, Sejarah, dan Cara Membacanya. Semarang: Moncer Press. 2016.




[1] Chasan Albab Hafidz, Pengantar Qira’at Tujuh: Pengertian, Sejarah, dan Cara Membacanya, Semarang: Moncer Press, 2016, hlm. 131.

[2] Ibid..., hlm. 134
[3] Ibid..., hlm. 138.
[4] Ibid..., hlm. 141.

0 komentar:

Posting Komentar